Minggu, 11 November 2012


 

CHILDREN'S THOUGHT

By: Priska Devina


 


"Mami, I have Jeclyn's secret."
Suatu malam, ketika saya sedang bersama Sekar, ia memberitahu saya.

"Yeah...?", balas saya.

"Jeclyn told me, her family hate her," lanjut anak saya.

Haaah...?

Saya cukup kaget mendengar ini.
Jeclyn (maaf, namanya saya samarkan ya) adalah teman Sekar.
Saya kenal Jeclyn.
Anak perempuan yang cerdas dan lincah.
Sepengetahuan saya, orang tua Jeclyn yang well-educated sangat sayang dan perhatian pada putrinya tersebut.

"Why..?", tanya saya

"She said, her family shouted at her", jawab anak saya .

Oooooh...

"And you..?
How about you..?" tanya saya.

"I have lovely family", jawabnya
Syukurlah. Saya menghela nafas lega.

Saya mencoba menjelaskan pada anak saya,
"Sekar, every family have their way to communicate. Some families speak in loud voice. Some not.
You see... Every family is different.
Miss Corry's family different from Miss Jati's family, or from Miss Lia's family."
Saya memberi contoh dengan keluarga guru gurunya disekolah.

Saya tahu persis, bgmn cinta dan perhatian keluarga Jeclyn pada Jeclyn. Oleh karena itu, saya agak kaget ketika Jeclyn bisa memberitahu Sekar bahwa keluarga membencinya.
Bagaimana ini bisa terjadi?

Lalu, saya teringat pada pendapat seorang pakar pendidikan anak - memang penting untuk mencintai anak. Tapi yang lebih penting lagi adalah membuat anak MERASA bahwa ia dicintai.

Bergaul di komunitas para hypnoterapist yang banyak membantu orang orang yang punya masalah dengan emosi, membuat saya akrab dengan istilah konsep 'Lima Bahasa Cinta'.
Mungkin Jeclyn termasuk anak yang bahasa cintanya adalah KATA KATA pendukung. Dan mungkin juga Jeclyn termasuk anak yang auditorynya dominan.

Pernah memang,
sekali waktu saya melihat bagaimana Jeclyn berkomunikasi dgn keluarganya. Saya agak kaget, karena mereka saling berbicara dgn suara yang kencang. Memanggil nama anak, tapi lebih mirip suara teriakan atau hardikan.

Mungkin mereka terbiasa dengan cara demikian dari sononya. Dan selama ini fine fine saja.
Namun bahayanya adalah, hal ini akan salah dimengerti oleh anak sebagai teriakan, tanda kemarahan atau kebencian.

Sekar adalah contoh anak auditory dan salah satu bahasa cintanya adalah Kata Kata yang baik.
Moodnya mudah sekali berubah kelam, jika kita membentaknya. Bahkan dengan sedikit nada suara yang berubah, dia sudah merasa dihukum.

Dulu, ketika saya blm mengerti tentang hal ini, saya pernah membentaknya dengan suara kencang, termasuk juga kebiasaan jelek saya membanting barang saat marah, saya lakukan di depannya. Saat itu ia masih berusia sekitar lima tahun.

Saat ini, saya sedang berusaha mengerem kebiasaan buruk saya itu. Terlebih, awal tahun ini, saya sempat membawa Sekar untuk tes sidik jari. Coach yang menjelaskan hasil tes tersebut mengingatkan saya dan suami, bahwa Sekar termasuk anak yang sensitif terhadap nada suara dan kata kata.

Semenjak itu, kami jadi lebih berhati hati dalam berbicara padanya. Saya juga mulai jarang berteriak marah dengan suara kencang.
Karena kalau kami lakukan itu, akan sangat melukai hatinya.
Membuat ia merasa tidak dicintai, walaupun bukan itu yang kita maksudkan.
Namun ya.....karena marah, biasanya memang sulit bersuara rendah.

Untuk masalah Jeclyn, saya ingin membantu.
Jadi saya bilang ke Sekar,
" Well Sekar..., sometimes.......
Parents are not always smart.
So kids need to tell parents their feeling and emotion, so family can help.
Because sometime, parents do not know what happen inside your heart
So,why don't you tell Jeclyn - to tell her family, that she don't like be shouted ?"

Anak bukanlah orang kecil yang bodoh. Mereka punya perasaan ingin dihargai. Kadang, saat keinginannya tdk dipenuhi, mereka akan marah. Dan di lain pihak, orang tua punya presepsi yang berbeda.

Saya dan suami sepakat, anak adalah murni. Mereka pada dasarnya adalah baik.
Jadi, jika suatu ketika mereka nakal, membantah, membanting pintu, menghentakkan kaki, membentak, mengusir kita saat kita masuk ke kamarnya, dll, maka berarti telah terjadi sesuatu pada si anak.
Sesuatu yang tidak nyaman dan mengganggunya. Tapi tidak bisa ia ungkapkan dengan verbal seperti layaknya para orang dewasa harapkan.

Oleh karena itu, anak biasanya akan menguapkan perilaku, yang kita cap sebagai bandel, nakal, membangkang, kasar, dll.

Saya bukanlah orang tua yang sempurna. Oleh karena itu, saya berusaha memberikan yang terbaik, setiap detik, untuk anak saya. (Dan kalau saya salah atau melenceng jauh, suami saya adalah satpam yang akan menjewer saya).

Saya dan anak saya punya saat khusus yang namanya 'Girl's Time'.
Pada saat itu, hanya dia dan saya berdua saja. Tidak ada orang lain, termasuk tdk juga papanya.

Kami bisa melakukan Girl's Time dengan berjalan jalan sore 10-15 menit di kompleks rumah, atau belanja buku di Gramedia, atau malam menjelang tidur saya membacakan buku cerita, atau bermain boneka dengannya.
Papanya tidak boleh ikut serta.
Karena, namanya saja Girl's time.

Lalu, Sekar juga punya ' Daddy dan Daughter's time'. Nah, kalau itu sih, banyaknya dilakukan di Fun Citynya Giant.
Ayah dan anak, sama sama bersenang senang di arena bermain. Pada saat itu, saya tidak ikutan.
Saya kurang suka dengan arena games semacam itu. Terlebih suasananya sangat ribut di sana dengan aneka suara yang keluar dari mesin permainan.

Sepulang dari Daddy and Daughter's time, suami saya akan mendapat banyak info tentang perasaan dan hal hal yang dipikirkan Sekar, yang tidak jarang, diluar dugaan kami.

Pada hari hari biasa, dia akan sulit sekali diajak bicara, apalagi jika sedang ngambek.
Tapi pada saat privacy time seperti itu, ia akan lebih mau menceritakan hal hal sensitif.

Kami jadi tahu, siapa saja temannya yang nakal, apakah hari ini ia sedang sedih atau senang, kenapa ia membanting pintu tempo hari, apa perasaannya ketika melihat sapi sapi disembelih di masjid minggu lalu, dll.

Sedangkan saya, di saat Girl's Time, akan berusaha mengisi tangki cinta Sekar dengan kata kata positif.
Bahwa ia berharga, dan kami sangat mencintai dia.
Kami ingin dia tahu dan merasa, bahwa ia dicintai dan aman bersama kami.

Anak yang merasa dirinya dicintai papa mamanya, akan lebih kuat menghadapi masalah yang ia temui sehari hari.
Ia tidak merasa sendirian.

Ia juga akan lebih terlindung dari ancaman dan pengaruh buruk lingkungan sekitarnya.
Karena jika ia merasa dicintai, ia akan mau lebih terbuka pada kita selaku orang tua. Dan sebelum segala sesuatu bertambah buruk, kita bisa sdh mengetahuinya dan bisa mencegahnya.

Menjadi orang tua adalah sekolah kehidupan, dimana kita belajar sekaligus praktek pada saat bersamaan.
Komunikasi dengan anak sangat penting. Walaupun kita orang tuanya, tidak semua hal tentang anak kita tahu.

Butuh kerja ekstra, supaya anak mau cukup terbuka dengan kita.
Karena hal yang anak kita pikirkan di era digital saat ini, berbeda dengan kita saat kecil di era kotak televisi masih hitam putih.
Informasi yang mereka terima jauh lebih banyak dibandingkan dengan kita puluhan tahun yang lalu.
Ipad, YouTube, dan Google adalah guru mereka.
Sementara kita dulu, masih bertanya pada ayah ibu, kakek nenek, paman bibi, ibu dan bapak guru di sekolah.

Oleh karena itu, presepsi kita dan anak, bisa jauh berbeda.

Ngak mau kan, anak yang kita sayangi ternyata diam diam menyangka, kalau kita membencinya?

Kita bukan dukun....

Oleh karena itu,
untuk tahu pikiran dan perasaan anak kita, perlulah kita sediakan waktu dan hati lebih banyak.......

Kids are present of life.
So precious.....



****************************

ULANG TAHUN


Oktober 2012, hari pertama....

Jauh sebelum hari itu, Sekar sudah ribut. Ia ingin hari itu dirayakan dengan istimewa
Ya, karena itu hari ulang tahunnya

Saya masih ingat,
tepat setahun sebelumnya, ketika ia meniup tujuh lilin kecil yang berjejer di atas kue tart di sebuah restoran di Shenzhen, dia mengucapkan wishnya.....
Ia ingin ulang tahun ke-8 nya dirayakan di Paris, Eropa.
Astaga naga, Nak...!
Ngak salah tuch..?

Namun setelah nego sedikit,
akhirnya permintaan rencana ulang tahun di Paris dipindahkan ke Singapura, dengan syarat mesti berkunjung ke Universal Studio.
Ah, syukurlah..... :)

Tapi ketika mendekati hari H,
Sekar merevisi permintaannya.
Suami saya memberitahu saya, bahwa Sekar ingin acara yang beda.

Aduh,
minta apalagi ya dia...?

Ternyata,
ia minta ulang tahunnya dirayakan,
persis seperti acara buka puasa bersama yang sudah sudah.

Haah..?
Maksudnya....?
Buka puasa, Nak?
Bukannya bulan puasa sudah lewat?
Kami bertanya heran
Ooooh.......
Ternyata,
ia ingin merayakan ulang tahunnya di restoran saung, dengan beberapa tamu khusus, yang ia minta. Tamu yang sama, yang kami undang di acara buka puasa tempo hari.

Maksudnya,
Ia ingin acara makan ramai ramai di restoran, dan tamu khusus yang dimaksudnya adalah :
mbak Ani yang cuci baju di rumah kami, beserta keluarganya, Udin supir kami, beserta keluarganya, Kimung satpam di kompleks kami- beserta keluarganya, plus asisten rumah kaminya tentunya.

Ngak salah nih? pikir saya.
Ngak pikir ulang lagikah? tanya saya.
Sekar menggeleng.

Restoran ia yang pilih, nama tamu ia yang tuliskan.
Saya penasaran, ulang tahunnya dirayakan dengan makan makan bersama keluarga asisten rumah, supir dan satpam?

Tidak mau dirayakan bersama teman teman di Mc Donald atau Bakmi Gajah Mada, gitu?

"I wondering, Sekar, why your birthday celebration like that?", saya bertanya.

"Because they already take care of me, Mami.
Please ya Mami, boleh ya ...," jawabnya.

Saya tidak pernah menyangka jawaban si kecil seperti itu.
Saya dan suami tidak pernah mengajarinya hal tersebut. Saya rasa, guru guru di sekolahnyalah yang berperan penting dalam hal ini.
(I really thankful for the teachers)

Selama ini,
dalam pikiran saya,
pesta ulang tahun bagi anak anak adalah perayaan hura hura, senang senang, dengan teman-temannya.

Well,
Ternyata anak kita bisa berpikiran lain ya.

Thank you for teaching us, dear....
It's precious.
Happy birthday to you....

 
******************

The Time Will Come

 

Sekar:
"Aku umur 7 tahun,
Mami 40 tahun.
Aku masih kecil, koq Mami sudah tua siiich...?"

Oh...oh....
Saya mesem saja mendengar pertanyaan si kecil.
Karena saya diam saja, dia bertanya lagi, "Mami..! Aku nanya, aku masih kecil, koq Mami sudah tua siiiich...?!"


"Siapa bilang Mami sudah tua..?" tanya saya balik.
"Kan mami sudah 40 tahun," jawabnya.

Hehe... :)

"Kamu beneran mau tahu?", balas saya.
Ia menggangguk.

Ok deh (saya nyerah. Karena ternyata dia nanyanya serius)
"Itu karena Mami lahir in kamu setelah 7 tahun menikah", jelas saya
Dalam hati: Semoga tidak pertanyaan lagi. Tapi......

"Kenapa Mami lahir in setelah 7 tahun?
Kenapa ngak kayak Ie Ie (bibi)?
Ie Ie baru setahun nikah sudah punya bayi"

Ailalalalamak....
Ini anak....nanyanya ...

"Itu karena Tuhan kasih waktu yang terbaik buat Sekar, Mami dan Papi", jawab saya

Memang benar,
Saya rasa semua dikasih PAS dengan waktuNya, bukan waktu kita.

Baru punya anak setelah 7 tahun menikah, bukanlah hal yang mudah.
Saat pertemuan keluarga, ketika semua family dan ipar perempuan berkumpul, yang diomongin pasti soal anak.
Buat yang belum punya anak seperti saya ya..... pura pura ngerti aja, sambil senyum senyum bego.
Wong belum punya anak hehe...

Setelah itu, biasanya sering banget deh dikasih pertanyaan penutup yang keren semacam: eh.... Trus kamu bakalan punya anaknya kapan, Pris? Jangan ditunda tunda loh...
Caelah... Bujubune.
Siapa lagi yang mau nunda nunda.
Yang nanya rada rada juga nich...

Emang saya orang Singapura, yang maunya married but No kids?

Sebenarnya saya termasuk dalam kategori perempuan yang ngak pusing pusing amat, soal punya anak atau belum.

Rasanya belum siap untuk punya tanggung jawab memiliki anak, rasanya belum siap untuk bisa mendidiknya dengan benar, mencukupi kebutuhan ini itu, dll.
Rasanya.... beuraaaat banget jadi ortu yang benar.

Tiap hari,
Baca koran, nonton tivi, dengar radio, beritanya tidak ada yang enak tentang anak.
Mulai dari berita anak yang memukul ibunya, pelajar tawuran di sana sini, mahasiswa demo, uang sekolah naik terus, kurikulum yang ganti terus seperti ganti baju, bullying di sekolahan, penganiayaan berkedok mospek, dll.

Belum lagi dengar keluhan para ibu yang bilang, betapa susahnya jika anak sakit, tingginya biaya ke dokter, baby sitter yang jual mahal dan susah diatur, anak anak yang stress dengan pr dan test yang bejibun, dll...
Aduh, bikin headache banget deh.

Jadi, saya tidak terlalu antusias atau menggebu gebu mesti punya anak cepat cepat. Saya merasa masih kurang banget untuk jadi orang tua yang benar.
Tambahan lagi, kan tidak ada ya sekolah untuk jadi papa mama yang benar haha....

Saya tidak mau, anak saya lahir, lalu terbengkalai, hanya karena saya banyak tidak bisanya.

Buat saya,
punya anak = tanggung jawab besar.

Pada tahun ke-7, mungkin Yang Pengasih merasa kami sudah cukup siap, maka lahirlah Sekar.
Pada saat itu, motor pinjaman sudah berganti ke si mungil Mumun (panggilan Karimun silver, mobil pertama kami). Rumah pun sudah punya, dengan bantuan cicilan KPR.
Beruntung, uang muka rumah kami bisa dapatkan dari kebaikan boss yang bersedia menukar 'hadiah' tiket perjalanan Jakarta - Sydney dengan sejumlah uang yang paaaas banget dengan uang muka yang kami perlukan.
(Jadinya, sampai hari ini, kami belum pernah ke Sydney)

Tapi kalau dipikir pikir, semua ini sudah diaturkan yang terbaik oleh yang di atas untuk keluarga kami.
Oleh karena itu, saya tidak pernah terlalu pusing kalau anak pertama saya lahir 7 tahun setelah saya menikah.
Semua akan indah pada saatnya.....

Enam belas tahun yang lalu,
Sebagai mahasiswa Yogya yang sedang menunggu wisuda, lalu beruntung mendapat panggilan kerja di Jakarta, saya rasanya sudah hebat.
#Ampun dech#

Dikala teman teman seangkatan masih banyak yang sibuk mengirim surat lamaran kerja, saya sudah mendapatkannya.

Gaji pertama Rp 300.000;/bln, kerja sebagai staf multimedia salah satu kantor IT di area mangga dua.
Dua teman SMA saya yang baik hati, kasihan pada saya, lalu memperbolehkan saya ikut numpang pada kontrakan mereka di Kemayoran, tanpa harus ikutan bayar sepeserpun.
Saya kere banget waktu itu.

Bila saya menoleh ke belakang, berawal dengan gaji Rp 300.000; dan kini kami bisa mendapatkan berkat dengan kehidupan kami yang sekarang.... Sungguh luar biasa pemberian Yang Di Atas.

Bicara tentang yang kaya di atas kami.... Wah.... Ya banyak banget.
Teman-teman di kantor saya, pendapatannya rata rata 30 jt -300 jt/bln.
Bahkan ada yang 500 jt/bln.
Duit semua itu! :)
(Jangan khawatir, semua pada taat bayar pajak koq)

Dibandingkan dengan mereka, keluarga kami tidak ada apa apanya.

Tapi, di atas segalanya,
sungguh patut kami bersyukur.
Karena yang kami lihat......
bukan kami dan orang orang yang super sukses itu, tapi kami sekarang vs kami yang dulu.
Kami, yang pertama kali datang, tiba di Jakarta sebagai perantauan, 16 tahun yang lalu.

Harta bisa kita dapatkan, sepanjang kita MAU, NIAT, bersedia, sungguh-sungguh BEKERJA KERAS.

Namun soal jodoh dan anak... ehem... Selain perlu usaha dari kita, keputusannya ada pada Yang Di Atas.

Tulisan ini dibuat untuk teman teman yang sudah bosan ditanyain:
Kapan elo nikah?
Kapan nich punya anak?
Kapan si kecil dapat adik lagi?
Bla...bla...bla...

Just enjoy your life!
There are so many beautiful and great things for us.
Everything has the time.
STOP jadi orang lain!
Jadilah diri sendiri, Kawan....
Berani...??!

**************

Rabu, 10 Oktober 2012

LIPSTIK




* * * L I P S T I K * * *
By Priska Devina


Saya berdiri di depan cermin,
merapikan make up.
Bedak, sisir, pemerah pipi, eye shadow, lipstik, sikat alis, dkk, bertebaran di meja terdekat.

Anak saya, Sekar, berdiri di samping, ikut ikutan emaknya.
Kami sedang bersiap-siap mau menonton pertunjukan musikal anak Bawang Merah Bawang Putih.

Tiba tiba ia berujar, "Mami, itu apa?"
Lalu dalam sekejap, tanpa sempat saya cegah, sebuah benda kecil berbentuk selonsongan perak yang ada di dekat saya, berpindah ke tangan mungilnya.

Oooh NO..!!
Itu lipstikku..!
Seri Lancome keluaran terbaru yg saya beli di Mal Taman Anggrek.
Lipstik yg saya timbang timbang,
saya sayang sayang, yg akhirnya jadi saya beli setelah bolak balik dua kali ke stand Lancome, karena ragu ragu, mau beli atau ngak ya itu lipstik.
Soalnya lumayan mahal buat ukuran saya.
Harganya 350rb.
Aaarhh....!

Jadinya, begitu melihat benda mungil tersebut di tangan Sekar, dgn refleks nada tinggi dua oktaf, saya berteriak,
"Sekar! Itu lipstik baru Mami!"

Karena kaget, hampir saja lipstik tersebut patah, karena pas saya menjerit, dia sedang mencoba mengoleskan lipstik tersebut ke bibirnya.

Saya melihat raut wajahnya yang berubah.
Dia diam mematung.
Keceriaannya hilang.
Tangannya masih memegang lipstik.

Perasaan saya campur aduk
Antara cemas dengan lipstik baru saya, perasaan mau marah, dan juga khawatir melihat perubahan wajahnya. Juga rasa berdosa telah membentaknya dengan super kencang.

Dalam sepersekian detik saya punya kesempatan untuk memilih reaksi saya.

Sebenarnya saya ingin marah padanya. Bagian anak kecil dalam diri saya yang egois, kesal karena 'mainan yang mahal' tersebut dikhawatirkan rusak.
Wong baru aja beli.
Masih ada sisa suara tinggi tersangkut di tenggorokan, berebut ingin ditumpahkan sebagai bentuk kekesalan.

Tapi sebelum itu berlanjut, tiba tiba, sekilas, saya teringat pada cerita seorang sahabat baik saya yg juga terapis anak.

Beberapa tahun yang lalu, sahabat saya menaruh sebuah speaker untuk dijadikan sound system ke tv.
Tata, anaknya yang saat itu masih kecil dan penuh keingintahuan, mendekati speaker tersebut.
Tanpa sengaja, speaker tersebut jatuh dan prak...!! ada secuil bagian yang terpisah terserak di lantai.

Secara refleks,
ia juga berteriak pada anaknya ,
"Liatlah! Pecah ini !!"

Setelah beberapa saat, ia diam, dan melihat anaknya juga diam.
Tidak berani mendekatinya.
Menangispun tidak.
Segera ia sadar saat itu.
Ia bentangkan tangannya lebar lebar dengan perasaan menyesal, lalu mendekap anaknya.
Dalam hatinya ia menangis, eh bukan, dia menangis beneran.

Dia bercerita pada saya, ia menyesal, mengapa sampai berkata sekeras itu.

Inilah nasehat emasnya untuk saya, "Speaker akan tiba waktunya untuk tua dan rusak, tapi anak ....
tidak ternilai harganya..... "

Ia memeluk anaknya yang meminta maaf padanya.
Dia jawab, "Tidak apa apa Nak.
Maafin Papa. Papa yg seharusnya tidak boleh berkata seperti itu dan salah Papa sendiri taruhnya disitu.
Papa maafin Tata dan Tata maafin Papa ya. Speaker ini tidak ada artinya. Karena Tata jauh jauh lebih berharga dan tidak dapat dibandingkan dengan apapun....."

Akhirnya...
Inilah yang saya lakukan kepada Sekar:
Saya jongkok, tinggi saya sama dengan tinggi badannya, mata saya sejajar dengan matanya, saya bentangkan tangan saya dan merengkuh tubuh kecil di depan saya, dan berkata,
"Mami minta maaf ya Sayang.
Maaf, tadi mami teriak. Kamu kaget ya. Mami juga kaget, karena itu lisptiknya baru beli. Mahal sekali lagi. Mami takut rusak.
Tapi kamu jauh lebih berharga daripada lipstik itu.
Mami minta maaf ya Sekar.
Lipstik mami bisa beli lagi. Tapi Sekar tidak ternilai harganya....."

Dalam hati saya sungguh menyesal telah membentaknya.
Saya berdoa, semua bentakan saya tidak jadi luka batin untuknya.

Di kelas hypnotherapy, kami belajar,
pada saat seorang anak terkejut atau sedang pada kondisi emosi yang tinggi, kata-kata apapun yang ditujukan padanya, akan langsung masuk ke bawah sadarnya.

Jika saat marah, orang tua berteriak keras, "Bodoh kamu!"
Maka anak akan merasa ia bodoh, sampai ia dewasa kelak.
Apakah ini yang kita inginkan...?

Banyak sekali cerita tentang orang dewasa yang tidak berani bicara di depan umum, orang yang selalu merasa bodoh, orang yang merasa dirinya tidak berguna, orang yang merasa dirinya jelek, orang yang ini takut - itu takut, dll, bermula dari 'stempel' yang tidak sengaja (atau sengaja) diberikan oleh orang orang terdekat pada seorang anak.

Kemarahan sering membuat katup mulut kita lebih longgar, sehingga kata kata meluncur tanpa ada saringan.

Sampai hari ini, peristiwa lipstik tersebut selalu jadi pengingat buat saya untuk mengerem teriakan dan jeritan saya, setiap kali tensi saya sedang tinggi di kala bersama anak.

Luv you, my precious Princess...
Still, Mami say sorry ya, dear....

Salam,
Priska DH

Nb:
Terima kasih pada sahabat saya, Sjam, yang telah berbagi cerita pada saya....

5 Okt 2012, Serpong

*********************

Kamis, 27 September 2012

Sekolah Anak Kita


Kalau mencari sekolah buat anak,
cari yang seperti apa?

Yang banyak kegiatan ekstra kulikulernya?

Seperti balet, piano, wushu, softball, karate, tae kwon do, dkk ?

Atau sekolah yang punya gedung bagus, kalau bisa bertingkat dan ber AC, punya perpustakaan besar, laboratorium canggih, lapangan olah raga lebar, bahkan ada kolam renang?

Atau sekolah yang mengkoleksi banyak piagam penghargaan karena murid muridnya menang olimpiade sana sini?

Atau sekolah yang punya sertifikasi X, Y, Z, dengan score ujian murid mencapai angka sekian dan sekian...?

Atau sekolah yang super disiplin, dimana keteraturan, peraturan, dan kepatuhan adalah hal utama yang disuntikkan untuk anak anak ?

Atau sekolah yang memproklamirkan dirinya sangat agamis?

Dengan mencantumkan visi dan misi mereka yang sangat condong pada agama tertentu?



Kalau tanya ke saya,
Maka akan saya jawab, saya cari sekolah dimana anak semata wayang saya tetap HAPPY sebagai murid.

Tidak stress, apalagi sampai mogok sekolah.



Mari saya berbagi sedikit soal ini.....
(Btw, ini pengalaman pribadi saya yach. Kalau cocok diambil, kalau tidak ya... forget it)

Saya ini type orang tua yang ngak rajin rajin amat, oleh karena itu, saya sempat bercita cita ingin menemukan sekolah yang tidak memberikan PR ke muridnya! (benar benar ketahuan malas ya saya ini )

Dan saya merasa saya beruntung, karena
s
emenjak Sekar usia 3 tahun an, saya berhasil menemukan sekolah seperti!
Sekolah tanpa PR.
Anak tidak stress. Mamanya juga! Haha....

Di kelas, anak saya dan teman temannya belajar dengan cara ternyaman mereka.
Ada yang baca buku.
Ada yang menulis.
Ada yang membuat prakarya.

Tidak ada yang dipaksa duduk diam, melipat tangan di atas meja, dan harus mendengarkan guru mengajar satu arah saja. (Yaaach, ingat ingat saja deh, kita dulu sekolah bagaimana tuch...)

Mereka bertebaran di seluruh ruangan kelas.

Ada duduk di kursi, ada yang selonjoran di lantai.
Walau kesannya santai, jangan mengira materi yang didapatkan adalah materi ecek ecek.

Waktu Sekar kelas 2, dia pernah bertanya ,"Mami, mana lebih kecil, atom atau bakteri...?"
Naah lhooo... :)

Dia juga bisa membedakan semak dengan pohon,

mana tanaman berakar tunggal, mana yang berakar serabut.
Dia juga bisa menjelaskan siklus terjadinya hujan serta tahap metamorfosis kupu kupu.
(Perasaan, itu dulu saya dapatkan saat SMP di jam biologi yach...)
Dia bisa juga menghafal soal electron proton dan neutron....
Bahkan tahu kalau molekul gula itu terdiri atas
molekul apa saja
.
( Hihihi... Kalau tanya saya, sudah lupa semua dech itu...)



Saya hampir tidak pernah melihat Sekar pusing belajar mati matian.

Santai banget sich anak ini, kadang begitu batin saya.

Kalau ditanya, di sekolah ngapain Sekar?
Playing or Studying?
Eeeh...
Dia jawab," I am working, Mami..."
Oh oh oh.......

Di sekolah,

mereka belajar bukan hanya soal baca tulis atas berhitung, atau cas cis cus bahasa Inggris.
Tapi belajar tentang ketrampilan dasar seorang anak.
Di sekolah dibiasakan, setiap kali sehabis makan, murid murid akan membersihkan meja setelah mereka makan, mengembalikan kursi ke tempatnya, bahkan mencuci piring mereka sendiri! (Sayangnya, kalau di rumah, mereka tidak selalu seperti itu. Karena manja. Tahu ada mbak atau pengasuh yang siap membantu mereka...)

Karena di sekolah terbiasa bertanggung jawab atas barang dipakai,
tidak heran, di rumah, setiap kali selesai makan, Sekar akan membawa piring bekas makannya sendiri ke tempat cucian.

Untuk urusan tata menata meja makan, beberapa kali, saya dan suami pernah mendapat kejutan manis darinya.

Pernah suatu kali, sepulang kerja,
Sekar yang waktu itu berusia 6 tahun, meminta kami segera masuk ke kamar.
Ketika kami sudah 'diijinkan' keluar kamar, kami mendapatkan
meja makan sudah tertata rapi olehnya.
Bersama dengan sayur dan lauk, di atas meja sudah ada nasi 3 piring lengkap dengan pasangan sendok garpu, serta 3 gelas berisi air dingin siap minum.
Plus, secarik kertas yang berisi tulisannya:
'For Mami and Papi.
I love you.
From: Sekar'.

Ooooh so twiiiit......
Rasanya terbayar semua cape malam itu.
Itu terjadi beberapa kali.

Saya pribadi tidak pernah mengajarkan semua tata meja, dkk nya kepada Sekar.

 Ia pelajari itu dari para gurunya di sekolah.

Apakah kami cukup happy dengan perkembangan Sekar?
As long she happy and enjoy the school, rasanya tidak berlebih jika kami merasa bersyukur dengan pilihan sekolah selama ini.

Perduli amat deh, waktu ada family saya yang dengan nada rada melecehkan bertanya,

 Sekar juara berapa di kelas?
Koq ngak ada Juara ya di sekolah?

Sekar diam aja.
Wong di sekolahnya tidak ada istilah siapa juara 1, siapa juara 2, siapa juara bontot.
Anak anak dianggap pintar semua.
Yang kurang bisa, akan dipandu lagi oleh sang guru.
Mereka bukan bodoh, tapi belum mengerti.

Di sekolah, leadership diajarkan dengan praktek sederhana.
Anak yang lebih besar sekelas dengan anak yang lebih kecil.
Jadi yang besar bisa membantu yang kecil, sekaligus memupuk rasa 'guarding' mereka ke adik adik.
Dan yang kecil belajar dari contoh langsung dari kakak kelas yang besar.

Dulu,

waktu saya masih SMA, saya pernah dihukum,

karena guru menemukan banyak sekali buku pelajaran Fisika, Kimia, Matematika yang disembunyikan di lemari sapu kelas.
Well, punya saya ada di antara buku buku itu.
Habis, malas lagi mesti bawa buku setebal itu bolak balik rumah-sekolah.
Bawa pulang juga ngak pernah dibuka.
Jadi, sebagian murid menaruh buku buku tebal itu di sekolah, daripada menentengnya pulang.


Saat ini,

dimana metode belajar sudah lebih complicate, saya sering melihat anak SD membawa tas berat berisi buku. Bahkan ada yang terpaksa menggeret koper kecil ke sekolah, sangkin banyaknya buku yang harus dibawa.

Sedangkan anak saya ke sekolah hanya membawa 1 buku tulis (communication book namanya) isinya adalah informasi atau pengumuman harian yang perlu diketahui orang tua.
Plus satu kotak makanan berisi snack atau buah
Plus botol air minum.
Itu saja.
Tidak ada buku paket yang harus dibeli atau dibawa bawa oleh murid.
Materi sudah disediakan di sekolah.
Anak anak akan mengfotocopy sendiri lembaran bahan yang mereka perlukan di kelas.
Hasil belajarnya, kayaknya ngak beda jauh deh dgn yg sering bawa buku berat.

Sabtu kemarin,
Di sekolah Sekar, diadakan Coffee Morning, sebagai wadah pertemuan para orang tua.
Di sana saya baru sadar, sekolah apa yang saya pilih selama ini.

Sebagai orang tua, kita ingin anak kita seperti apa?
Ingin anak kita punya disiplin tinggi?
Ingin anak kita punya mental kompetisi ?
Ingin anak kita jago di sience ?
Ingin anak kita haus prestasi?
Ingin anak kita jadi yang terbaik, melampaui teman temannya?
Ingin anak kita punya banyak piala ?
Ingin anak kita jago piano? Jago nyanyi? Jago balet? Jago matematika ? Jago olimpiade fisika ? Jago wushu? Jago tae kwon do ?

Mungkin pertanyaan dasar seperti itu yang perlu kita pikirkan sebelum memasukkan anak kita ke sekolah.

Selain pertimbangan biaya dan jarak sekolah, mari kita lihat sisi lain dalam memilih sekolah.
Mari kita bicara soal 'karakter' sekolah.

Karena tiap sekolah punya 'karakter' sistem pendidikan sendiri.



Ada sekolah yang sangat mementingkan yang namanya disiplin.

Segala sesuatu akan terlaksana secara teratur dan rapi.
Yang namanya aturan dan hukuman berlaku tegas.

Anak anak diajar untuk PATUH.

Mengikuti apapun yang diperintahkan pada mereka.

Tidak mempertanyakan.
Terlambat sedikit, dihukum
Lupa buat pr, hukum
Langgar aturan, hukum

Ada juga sekolah yang sangat bangga dengan prestasi anak didik mereka yang seabrek abrek.
Juara ini itu.
Menang sana sini.
Anak anak dipush untuk berprestasi, kerja keras, menghasilkan piala, piagam, penghargaan.
Yang berprestasi akan sangat dipuji.
Foto dipasang besar-besar.
(Mirip banget sama suasana orang kerja yach :) )
Anak anak terbiasa dgn kompetisi. Dan tentu saja, prestasi dan kebanggaan diri adalah hal penting di sana.

Ada juga sekolah yang full aktifitas.

Bermarketing dengan ekstra kulikulernya yg beraneka rupa.

Mulai dari kursus biola, balet, sampai sofball.
Makin sibuk sang anak, makin hebatlah dia.

Ada juga sekolah yang sangat menonjolkan soal agama kepada anak.

Promosinya benar benar ditekankan tentang betapa agamanya sekolah mereka.

Seolah lulus dari sana, jaminan akhlak dan budi pekerti akan dapat A.
Hmmm....

Lalu,
Mau sekolah seperti apa kita untuk anak anak kita?

Tahukah kita,
Seperti apa anak kita diajar di sekolah selama ini?

Apakah selain pelajaran, anak kita diajar untuk sadar dan perduli lingkungan?

Misalkan konsep 'Save the Earth' yang menyuntikkan kesadaran pada anak untuk sayang pada tanaman, menjaga kebersihan lingkungan, menghemat air, mengurangi plastik, membuang sampah pada tempatnya, dll ?

Atau pada masalah sosial terdekat anak, yaitu Bullying.
Apakah anak kita diajarkan untuk mengerti bahwa membully teman adalah perbuatan yang akan melukai temannya?
Apakah anak kita diajarkan untuk menjaga diri, apa yang harus dilakukan jika suatu ketika ia dibully teman sekolah atau tetangganya ?

Saya tidak tahu bagaimana para guru di sekolah Sekar mengajarkan murid muridnya semua hal tersebut diatas.

Tapi yang jelas, semua hal itu diterima baik oleh Sekar dan teman temannya, dengan cara yang simple tapi tetap dimengerti oleh otak kecil mereka.

Mereka diajak nonton film di kidFest yang menceritakan tentang bullying, kemudian berdiskusi dengan cara yang fun, membaca puisi dan cerita tentang bullying. Juga mengshare perasaan mereka.

Sehingga mereka mengerti: 'Bullying is hurting other heart. I don't want to bully and be bully'.'


Well......
Semoga catatan kecil ini bisa membantu para orang tua yang sedang mengurusi sekolah anak anak mereka.

Bahwa sangatlah penting untuk memilih sekolah yang tepat buat anak kita.

Karena sekolah bisa jadi partner terbaik kita dalam mendidik anak kita menjadi orang yang cerdas dan punya kesadaran sosial yang baik,
atau......
bisa juga menjadikan anak kita stress, punya trauma, dan benci belajar.......

Saya percaya,
Anda yang membaca artikel ini sampai selesai adalah para Orang Tua yang sangat menyayangi anak dan concern pada pendidikan mereka.
Salut pada Anda!

Semoga catatan kecil ini berguna untuk Anda.

Salam,
Priska Devina

23 September 2012.



 
Anak anak dibiasakan mencuci piring masing masing setelah makan
 
 

Dari kecil, mereka telah diajarkan untuk antri dengan tertib.
Bahkan saat mau membersihkan piring
 
 

Makanan yang Sekar siapkan untuk kami.
Tiga gelas berisi air dingin, piring siap dengan nasi putih, serta secarik catatan kecil darinya
 
 
 

Senin, 17 September 2012

Traditional Food ? Why Not...?


Traditional Foods? Why not..?
By Priska Devina



Seingat saya,
Ini kedua kali Festival Kuliner Tradisional Indonesia diadakan di mal megah bernama Summarecon Mal Serpong (SMS).
Suatu siang, sepulang dari gereja, saya bersama suami dan anak sepakat makan siang di area festival.

Dari jalan raya, sudah terlihat megah bangunan rumah Gadang khas Padang nan cantik.
Ya...... mirip mirip anjungan Sumatra Barat di TMII lah.....

Saat itu,
hari masih siang, sekitar jam 3 an.
Soal cuaca, tidak usah ditanya lagi. Panasnya pool!
Saya pikir, masih siang inilah, pasti ngak ramai ramai banget.
Namun... Ya ampun.... Cari parkirnya susah bener!
Semua sisi parkir terisi penuh nan padat. Bahkan luber ke lokasi yang mestinya bukan untuk parkir mobil.

Namun susahnya mencari tempat parkir terbayar ketika tiba di lapangan area Festival Kuliner tersebut.
Musik rancak khas Padang mengalun dari speaker.
Makanan berlimpah ruah. Jenisnya macam macam.
Beberapa pelayan berpakaian ala Abang dari Padang. Warna warni mencolok mata. Mereka terlhat meriah.
Stand makanan bersolek kain warna cerah, lengkap dengan manik manik khas daerah.
Disini....
Kita cuci mata sekaligus bisa memuaskan perut yang makin melilit melihat makanan yang menggiurkan di sana.

Sekar, anak saya yang berusia 7 tahun, senang sekali melihat aneka kue tradisional yang ada, juga saat melihat abang abang yang sibuk membuat permen karamel berbentuk bunga, kupu kupu, dot, hingga kuda!
Saya sibuk mencoba aneka lontong, ketupat dan lemang.
Sudah lupa deh sama yang namanya diet saat itu.
Stand makanan penuh pengunjung. Bahkan di beberapa stand, orang mengantre panjang. Misalkan di stand Ice serut Pluit dan Sate Mak Syukur.
Oya, ngomong ngomong soal sate wah... Buat yang sate maniak, bakalan senang banget. Karena mulai dari sate ayam, sate sapi, sate kerang, sate kelinci, sampai sate kuda, available disana :)

Saya sendiri, walau saat itu datang dengan perut kosong, tetap tidak mampu mencicipi semua jenis makanan disana.
Padahal sudah berusaha serakus rakusnya hari itu, hahaha...

Melihat nasi uduk, pengen...
Melihat nasi kucing, mau...
Melihat bakmi Aloy Palembang, ngiler....
Melihat siomay Cuplis Bandung, hayoo...
Melihat martabak kubang, martabak Bandung, roti Cane, langsung mau mampir....
Melihat rendang Tuna, coba aaach....
Melihat asinan Bogor, langsung order 'Bungkus, Mbak!'.....
Melihat rujak bebek, langsung 'Satu Bang!'....
Melihat es ini itu, mau icip aja semua...
Weleh weleh weleh....!
Ck ck ck....
Ingat, gendut gendut, Priska! batin saya..
Belum puas dengan makan di tempat, saya singgah di stand aneka snack Padang. Banyak jenis kripik, dodol, beras rendang, sampai kaos bertulisan 'I Love Padang' tersedia di sana.

Akhirnya, kupon Rp 200.000; ludes semua! Padahal saya sekeluarga cuma bertiga.... :)

Buat saya dan suami, Festival Kuliner ini adalah sarana pendidikan sosial budaya untuk anak.
Selama ini, anak kita akrab dengan KFC, burger, Pizza, Spaghetti, Sushi, steak, MC Donald, dkknya
Alamak, alangkah internasionalnya anak anak kita selama ini yach....
Jadi, ketika Festival ini ada, dengan senang hati, kami mengajak anak kami ke sana. Mengenalkan budaya lewat makanan dan cemilan Nusantara yang puluhan jenisnya.
Melihat abang abang duduk di dengklik, mengaduk adonan Kerak Telur Betawi. Melihat bagaimana ajaibnya wajan dibalik, tapi adonan tidak jatuh.
Mencium wangi hebi, serundeng bercampur ketan dan telur bebek ....
Ah, kaya sekali ya Indonesia ku....

Terima kasih Mal SMS!
Sering sering ya mengadakan acara seperti ini.
Buat yang ingin bertandang ke Festival, bisa datang, setiap hari.
Terakhir, tutup 7 Oktober 2012.
Oya, akhir kata, kalau ke sana, ngajak ngajak yach... Hehehe...


Salam cinta kuliner Indonesia,
Priska Devina.
16 Sept 2012, Serpong.

Kamis, 09 Agustus 2012

Mami, why you crying ?


* * * * * * * * * * * * * *
"Mami, why you crying..?"

By: Priska Devina



Anakku bertanya ketika ia melihat linangan air mataku yang tak tertahan.
Di tangan ku, tergenggam secarik kertas coretan spidol dan pensil.
Di sana ada 2 gambar putri dengan mahkota dan rambut panjang.
Hasil gambar anakku.
Dan sejumlah kata.......


15 menit sebelumnya .... :
"Mami..! Mami...!
I have something for you.
Mami jangan keluar dulu ya.
Tetap di wc aja!" Teriak anakku.
Ternyata ia barusan pulang dari supermarket Giant dengan papanya.

Ok deh.
Dan di dalam toilet, aku menunggu...
Menunggu lagi...
Terasa lama...

"Sekar...!
Sudah belum..?"

"Belum Mami. Wait..!"

Aku menunggu lagi...
Tik tok tik tok..
Bunyi weker kecil di toilet berbunyi.
(Aku selalu menaruh jam di toilet, jadi tahu kalau sudah kelamaan semedi di toilet)

"Sudah belum...?
Mami sudah lama nih di toilet.
Boleh keluar ngak sekarang...?"

"Ok Mami.
Eh, bentar. Bentar.....!
.... Ok deh."

Dan aku keluar dari toilet yang terletak dalam kamar tidur utama kami.
Memang sudah kelamaan tadi saya di sana. Mandi, keramas, bersih bersih, dll...

"I have surprise for you, Mami," kata anakku dengan mata berbinar.
Aku selalu suka dengan sepasang mata itu. Mata kijang yang cantik.
Untung ngak kayak mataku yang sipit dan besar sebelah. Huuuff!

"Nih, Mami. ... Pilih..!" , katanya sambil menyodorkan dua lembar kertas sobekan buku tulis berwarna pink.

"Yang mana, Sayang..?" Tanyaku.
"Mana aja. Mami pilih aja," jawabnya.

Aku asal saja menarik salah satu kertas itu.
"Ini aja," kataku.
"Buka Mami," balasnya.

Aku membuka kertas terlipat itu.
Di sana ada coretan pensil, tergambar semacam peta sederhana.
Anakku memintaku mengikuti peta kecil itu. Surprise untukku ada di sana, katanya.
Sering deh anakku begitu.
Aku senang dengan sifat kreatifnya, tapi kalau sedang buru buru atau sedang banyak pekerjaan, tapi lalu disuruh cari cari dulu, nebak nebak dulu, untuk dapatkan surprise yang disiapkan, kadang...... Ehem...buat hati kesal.
Tapi yaaach...,
aku
turutin saja.

Ok, ini gambar lemari baju,

lalu belok kiri ada rak buku.

Lalu ada panah ke meja tulis.

Ok, itu dia.
Ahaa..!

Ada amplop pink di kursi dekat meja tulis.

"Ini yach...?", tanyaku sambil mengacungkan temuanku itu.
"Hore...! Mami berhasil! Berhasil!", anakku bersorak, mirip Dora di kartun anak anak.

"Buka Mami..!" Dia terlihat antusias.
Di wajahnya senyum mengembang.
Tampaknya dia senang sekali.

Aku membuka amplop pink itu.
Dari rabaan, aku merasa isinya pasti snack.
Benar saja, isinya batangan coklat Silver Queen kecil.

"Aku yang beli, Mami.
Aku tahu Mami suka coklat," katanya.


Oh.... My dear.
You are so sweet.
Walaupun saya ngak ikutan ke supermarket, kalau di sana ia menemukan barang yang saya suka, kadang ia akan minta papinya membelinya, untuk saya.
Sering anakku manis seperti itu.

Coklat itu terbungkus lagi dengan kertas.
Aku membuka kertasnya.
Membaca.
Lalu terhenyak....
Aku memeluk anakku.
Gambar dan tulisan di kertas pembungkus coklat itu...
Seperti sesuatu yang menohok hatiku yang paling dalam.
Bagai mata cangkul menghantam tepat di tanah yang bersumber air.
Air mataku keluar tanpa bisa aku tahan.

Aku memeluk anakku supaya ia tidak melihat aku menangis.
Tapi terlambat.
Ia sudah tahu.
Maka ia bertanya,
"Why are you crying, Mami..?"

Aku membaca tulisan di kertas itu lagi.
Aku seperti menemukan diriku.
Diriku yang berusaha aku tenggelamkan bertahun tahun
Karena merasa aku tidak bisa
Karena merasa itu tidak menghasilkan
Tidak berguna

Di sana tertulis,
Impianku yang paling dalam,
Yang kutemukan dan berani kutegaskan,
Setelah 40 tahun aku hidup di muka bumi ini....

Disana, dibawah gambar 2 putri,
ada tulisan anakku yang belum genap 8 tahun:

Sekar - Princess of Model
Mami - Queen of Writer
...........

Terima kasih Sayang
Terima kasih Sekar.
Di sana tertulis:
Mami - Queen of Writer.

"You want to be writer kan Mami?
Aku tahu itu.
Mami pernah kasih tahu aku", ucapnya polos.

Aku tidak menjawab
Air mataku masih belum berhenti mengalir.....

"Why are you crying, Mami?"

"Because I am happy.
Thank you, my dear.
I love you soooo much..."

Hmm....
Kadang, butuh orang lain untuk membantu kita menemukan harta karun diri ........




* * * * * * * * * * * *