Kamis, 27 September 2012

Sekolah Anak Kita


Kalau mencari sekolah buat anak,
cari yang seperti apa?

Yang banyak kegiatan ekstra kulikulernya?

Seperti balet, piano, wushu, softball, karate, tae kwon do, dkk ?

Atau sekolah yang punya gedung bagus, kalau bisa bertingkat dan ber AC, punya perpustakaan besar, laboratorium canggih, lapangan olah raga lebar, bahkan ada kolam renang?

Atau sekolah yang mengkoleksi banyak piagam penghargaan karena murid muridnya menang olimpiade sana sini?

Atau sekolah yang punya sertifikasi X, Y, Z, dengan score ujian murid mencapai angka sekian dan sekian...?

Atau sekolah yang super disiplin, dimana keteraturan, peraturan, dan kepatuhan adalah hal utama yang disuntikkan untuk anak anak ?

Atau sekolah yang memproklamirkan dirinya sangat agamis?

Dengan mencantumkan visi dan misi mereka yang sangat condong pada agama tertentu?



Kalau tanya ke saya,
Maka akan saya jawab, saya cari sekolah dimana anak semata wayang saya tetap HAPPY sebagai murid.

Tidak stress, apalagi sampai mogok sekolah.



Mari saya berbagi sedikit soal ini.....
(Btw, ini pengalaman pribadi saya yach. Kalau cocok diambil, kalau tidak ya... forget it)

Saya ini type orang tua yang ngak rajin rajin amat, oleh karena itu, saya sempat bercita cita ingin menemukan sekolah yang tidak memberikan PR ke muridnya! (benar benar ketahuan malas ya saya ini )

Dan saya merasa saya beruntung, karena
s
emenjak Sekar usia 3 tahun an, saya berhasil menemukan sekolah seperti!
Sekolah tanpa PR.
Anak tidak stress. Mamanya juga! Haha....

Di kelas, anak saya dan teman temannya belajar dengan cara ternyaman mereka.
Ada yang baca buku.
Ada yang menulis.
Ada yang membuat prakarya.

Tidak ada yang dipaksa duduk diam, melipat tangan di atas meja, dan harus mendengarkan guru mengajar satu arah saja. (Yaaach, ingat ingat saja deh, kita dulu sekolah bagaimana tuch...)

Mereka bertebaran di seluruh ruangan kelas.

Ada duduk di kursi, ada yang selonjoran di lantai.
Walau kesannya santai, jangan mengira materi yang didapatkan adalah materi ecek ecek.

Waktu Sekar kelas 2, dia pernah bertanya ,"Mami, mana lebih kecil, atom atau bakteri...?"
Naah lhooo... :)

Dia juga bisa membedakan semak dengan pohon,

mana tanaman berakar tunggal, mana yang berakar serabut.
Dia juga bisa menjelaskan siklus terjadinya hujan serta tahap metamorfosis kupu kupu.
(Perasaan, itu dulu saya dapatkan saat SMP di jam biologi yach...)
Dia bisa juga menghafal soal electron proton dan neutron....
Bahkan tahu kalau molekul gula itu terdiri atas
molekul apa saja
.
( Hihihi... Kalau tanya saya, sudah lupa semua dech itu...)



Saya hampir tidak pernah melihat Sekar pusing belajar mati matian.

Santai banget sich anak ini, kadang begitu batin saya.

Kalau ditanya, di sekolah ngapain Sekar?
Playing or Studying?
Eeeh...
Dia jawab," I am working, Mami..."
Oh oh oh.......

Di sekolah,

mereka belajar bukan hanya soal baca tulis atas berhitung, atau cas cis cus bahasa Inggris.
Tapi belajar tentang ketrampilan dasar seorang anak.
Di sekolah dibiasakan, setiap kali sehabis makan, murid murid akan membersihkan meja setelah mereka makan, mengembalikan kursi ke tempatnya, bahkan mencuci piring mereka sendiri! (Sayangnya, kalau di rumah, mereka tidak selalu seperti itu. Karena manja. Tahu ada mbak atau pengasuh yang siap membantu mereka...)

Karena di sekolah terbiasa bertanggung jawab atas barang dipakai,
tidak heran, di rumah, setiap kali selesai makan, Sekar akan membawa piring bekas makannya sendiri ke tempat cucian.

Untuk urusan tata menata meja makan, beberapa kali, saya dan suami pernah mendapat kejutan manis darinya.

Pernah suatu kali, sepulang kerja,
Sekar yang waktu itu berusia 6 tahun, meminta kami segera masuk ke kamar.
Ketika kami sudah 'diijinkan' keluar kamar, kami mendapatkan
meja makan sudah tertata rapi olehnya.
Bersama dengan sayur dan lauk, di atas meja sudah ada nasi 3 piring lengkap dengan pasangan sendok garpu, serta 3 gelas berisi air dingin siap minum.
Plus, secarik kertas yang berisi tulisannya:
'For Mami and Papi.
I love you.
From: Sekar'.

Ooooh so twiiiit......
Rasanya terbayar semua cape malam itu.
Itu terjadi beberapa kali.

Saya pribadi tidak pernah mengajarkan semua tata meja, dkk nya kepada Sekar.

 Ia pelajari itu dari para gurunya di sekolah.

Apakah kami cukup happy dengan perkembangan Sekar?
As long she happy and enjoy the school, rasanya tidak berlebih jika kami merasa bersyukur dengan pilihan sekolah selama ini.

Perduli amat deh, waktu ada family saya yang dengan nada rada melecehkan bertanya,

 Sekar juara berapa di kelas?
Koq ngak ada Juara ya di sekolah?

Sekar diam aja.
Wong di sekolahnya tidak ada istilah siapa juara 1, siapa juara 2, siapa juara bontot.
Anak anak dianggap pintar semua.
Yang kurang bisa, akan dipandu lagi oleh sang guru.
Mereka bukan bodoh, tapi belum mengerti.

Di sekolah, leadership diajarkan dengan praktek sederhana.
Anak yang lebih besar sekelas dengan anak yang lebih kecil.
Jadi yang besar bisa membantu yang kecil, sekaligus memupuk rasa 'guarding' mereka ke adik adik.
Dan yang kecil belajar dari contoh langsung dari kakak kelas yang besar.

Dulu,

waktu saya masih SMA, saya pernah dihukum,

karena guru menemukan banyak sekali buku pelajaran Fisika, Kimia, Matematika yang disembunyikan di lemari sapu kelas.
Well, punya saya ada di antara buku buku itu.
Habis, malas lagi mesti bawa buku setebal itu bolak balik rumah-sekolah.
Bawa pulang juga ngak pernah dibuka.
Jadi, sebagian murid menaruh buku buku tebal itu di sekolah, daripada menentengnya pulang.


Saat ini,

dimana metode belajar sudah lebih complicate, saya sering melihat anak SD membawa tas berat berisi buku. Bahkan ada yang terpaksa menggeret koper kecil ke sekolah, sangkin banyaknya buku yang harus dibawa.

Sedangkan anak saya ke sekolah hanya membawa 1 buku tulis (communication book namanya) isinya adalah informasi atau pengumuman harian yang perlu diketahui orang tua.
Plus satu kotak makanan berisi snack atau buah
Plus botol air minum.
Itu saja.
Tidak ada buku paket yang harus dibeli atau dibawa bawa oleh murid.
Materi sudah disediakan di sekolah.
Anak anak akan mengfotocopy sendiri lembaran bahan yang mereka perlukan di kelas.
Hasil belajarnya, kayaknya ngak beda jauh deh dgn yg sering bawa buku berat.

Sabtu kemarin,
Di sekolah Sekar, diadakan Coffee Morning, sebagai wadah pertemuan para orang tua.
Di sana saya baru sadar, sekolah apa yang saya pilih selama ini.

Sebagai orang tua, kita ingin anak kita seperti apa?
Ingin anak kita punya disiplin tinggi?
Ingin anak kita punya mental kompetisi ?
Ingin anak kita jago di sience ?
Ingin anak kita haus prestasi?
Ingin anak kita jadi yang terbaik, melampaui teman temannya?
Ingin anak kita punya banyak piala ?
Ingin anak kita jago piano? Jago nyanyi? Jago balet? Jago matematika ? Jago olimpiade fisika ? Jago wushu? Jago tae kwon do ?

Mungkin pertanyaan dasar seperti itu yang perlu kita pikirkan sebelum memasukkan anak kita ke sekolah.

Selain pertimbangan biaya dan jarak sekolah, mari kita lihat sisi lain dalam memilih sekolah.
Mari kita bicara soal 'karakter' sekolah.

Karena tiap sekolah punya 'karakter' sistem pendidikan sendiri.



Ada sekolah yang sangat mementingkan yang namanya disiplin.

Segala sesuatu akan terlaksana secara teratur dan rapi.
Yang namanya aturan dan hukuman berlaku tegas.

Anak anak diajar untuk PATUH.

Mengikuti apapun yang diperintahkan pada mereka.

Tidak mempertanyakan.
Terlambat sedikit, dihukum
Lupa buat pr, hukum
Langgar aturan, hukum

Ada juga sekolah yang sangat bangga dengan prestasi anak didik mereka yang seabrek abrek.
Juara ini itu.
Menang sana sini.
Anak anak dipush untuk berprestasi, kerja keras, menghasilkan piala, piagam, penghargaan.
Yang berprestasi akan sangat dipuji.
Foto dipasang besar-besar.
(Mirip banget sama suasana orang kerja yach :) )
Anak anak terbiasa dgn kompetisi. Dan tentu saja, prestasi dan kebanggaan diri adalah hal penting di sana.

Ada juga sekolah yang full aktifitas.

Bermarketing dengan ekstra kulikulernya yg beraneka rupa.

Mulai dari kursus biola, balet, sampai sofball.
Makin sibuk sang anak, makin hebatlah dia.

Ada juga sekolah yang sangat menonjolkan soal agama kepada anak.

Promosinya benar benar ditekankan tentang betapa agamanya sekolah mereka.

Seolah lulus dari sana, jaminan akhlak dan budi pekerti akan dapat A.
Hmmm....

Lalu,
Mau sekolah seperti apa kita untuk anak anak kita?

Tahukah kita,
Seperti apa anak kita diajar di sekolah selama ini?

Apakah selain pelajaran, anak kita diajar untuk sadar dan perduli lingkungan?

Misalkan konsep 'Save the Earth' yang menyuntikkan kesadaran pada anak untuk sayang pada tanaman, menjaga kebersihan lingkungan, menghemat air, mengurangi plastik, membuang sampah pada tempatnya, dll ?

Atau pada masalah sosial terdekat anak, yaitu Bullying.
Apakah anak kita diajarkan untuk mengerti bahwa membully teman adalah perbuatan yang akan melukai temannya?
Apakah anak kita diajarkan untuk menjaga diri, apa yang harus dilakukan jika suatu ketika ia dibully teman sekolah atau tetangganya ?

Saya tidak tahu bagaimana para guru di sekolah Sekar mengajarkan murid muridnya semua hal tersebut diatas.

Tapi yang jelas, semua hal itu diterima baik oleh Sekar dan teman temannya, dengan cara yang simple tapi tetap dimengerti oleh otak kecil mereka.

Mereka diajak nonton film di kidFest yang menceritakan tentang bullying, kemudian berdiskusi dengan cara yang fun, membaca puisi dan cerita tentang bullying. Juga mengshare perasaan mereka.

Sehingga mereka mengerti: 'Bullying is hurting other heart. I don't want to bully and be bully'.'


Well......
Semoga catatan kecil ini bisa membantu para orang tua yang sedang mengurusi sekolah anak anak mereka.

Bahwa sangatlah penting untuk memilih sekolah yang tepat buat anak kita.

Karena sekolah bisa jadi partner terbaik kita dalam mendidik anak kita menjadi orang yang cerdas dan punya kesadaran sosial yang baik,
atau......
bisa juga menjadikan anak kita stress, punya trauma, dan benci belajar.......

Saya percaya,
Anda yang membaca artikel ini sampai selesai adalah para Orang Tua yang sangat menyayangi anak dan concern pada pendidikan mereka.
Salut pada Anda!

Semoga catatan kecil ini berguna untuk Anda.

Salam,
Priska Devina

23 September 2012.



 
Anak anak dibiasakan mencuci piring masing masing setelah makan
 
 

Dari kecil, mereka telah diajarkan untuk antri dengan tertib.
Bahkan saat mau membersihkan piring
 
 

Makanan yang Sekar siapkan untuk kami.
Tiga gelas berisi air dingin, piring siap dengan nasi putih, serta secarik catatan kecil darinya
 
 
 

Senin, 17 September 2012

Traditional Food ? Why Not...?


Traditional Foods? Why not..?
By Priska Devina



Seingat saya,
Ini kedua kali Festival Kuliner Tradisional Indonesia diadakan di mal megah bernama Summarecon Mal Serpong (SMS).
Suatu siang, sepulang dari gereja, saya bersama suami dan anak sepakat makan siang di area festival.

Dari jalan raya, sudah terlihat megah bangunan rumah Gadang khas Padang nan cantik.
Ya...... mirip mirip anjungan Sumatra Barat di TMII lah.....

Saat itu,
hari masih siang, sekitar jam 3 an.
Soal cuaca, tidak usah ditanya lagi. Panasnya pool!
Saya pikir, masih siang inilah, pasti ngak ramai ramai banget.
Namun... Ya ampun.... Cari parkirnya susah bener!
Semua sisi parkir terisi penuh nan padat. Bahkan luber ke lokasi yang mestinya bukan untuk parkir mobil.

Namun susahnya mencari tempat parkir terbayar ketika tiba di lapangan area Festival Kuliner tersebut.
Musik rancak khas Padang mengalun dari speaker.
Makanan berlimpah ruah. Jenisnya macam macam.
Beberapa pelayan berpakaian ala Abang dari Padang. Warna warni mencolok mata. Mereka terlhat meriah.
Stand makanan bersolek kain warna cerah, lengkap dengan manik manik khas daerah.
Disini....
Kita cuci mata sekaligus bisa memuaskan perut yang makin melilit melihat makanan yang menggiurkan di sana.

Sekar, anak saya yang berusia 7 tahun, senang sekali melihat aneka kue tradisional yang ada, juga saat melihat abang abang yang sibuk membuat permen karamel berbentuk bunga, kupu kupu, dot, hingga kuda!
Saya sibuk mencoba aneka lontong, ketupat dan lemang.
Sudah lupa deh sama yang namanya diet saat itu.
Stand makanan penuh pengunjung. Bahkan di beberapa stand, orang mengantre panjang. Misalkan di stand Ice serut Pluit dan Sate Mak Syukur.
Oya, ngomong ngomong soal sate wah... Buat yang sate maniak, bakalan senang banget. Karena mulai dari sate ayam, sate sapi, sate kerang, sate kelinci, sampai sate kuda, available disana :)

Saya sendiri, walau saat itu datang dengan perut kosong, tetap tidak mampu mencicipi semua jenis makanan disana.
Padahal sudah berusaha serakus rakusnya hari itu, hahaha...

Melihat nasi uduk, pengen...
Melihat nasi kucing, mau...
Melihat bakmi Aloy Palembang, ngiler....
Melihat siomay Cuplis Bandung, hayoo...
Melihat martabak kubang, martabak Bandung, roti Cane, langsung mau mampir....
Melihat rendang Tuna, coba aaach....
Melihat asinan Bogor, langsung order 'Bungkus, Mbak!'.....
Melihat rujak bebek, langsung 'Satu Bang!'....
Melihat es ini itu, mau icip aja semua...
Weleh weleh weleh....!
Ck ck ck....
Ingat, gendut gendut, Priska! batin saya..
Belum puas dengan makan di tempat, saya singgah di stand aneka snack Padang. Banyak jenis kripik, dodol, beras rendang, sampai kaos bertulisan 'I Love Padang' tersedia di sana.

Akhirnya, kupon Rp 200.000; ludes semua! Padahal saya sekeluarga cuma bertiga.... :)

Buat saya dan suami, Festival Kuliner ini adalah sarana pendidikan sosial budaya untuk anak.
Selama ini, anak kita akrab dengan KFC, burger, Pizza, Spaghetti, Sushi, steak, MC Donald, dkknya
Alamak, alangkah internasionalnya anak anak kita selama ini yach....
Jadi, ketika Festival ini ada, dengan senang hati, kami mengajak anak kami ke sana. Mengenalkan budaya lewat makanan dan cemilan Nusantara yang puluhan jenisnya.
Melihat abang abang duduk di dengklik, mengaduk adonan Kerak Telur Betawi. Melihat bagaimana ajaibnya wajan dibalik, tapi adonan tidak jatuh.
Mencium wangi hebi, serundeng bercampur ketan dan telur bebek ....
Ah, kaya sekali ya Indonesia ku....

Terima kasih Mal SMS!
Sering sering ya mengadakan acara seperti ini.
Buat yang ingin bertandang ke Festival, bisa datang, setiap hari.
Terakhir, tutup 7 Oktober 2012.
Oya, akhir kata, kalau ke sana, ngajak ngajak yach... Hehehe...


Salam cinta kuliner Indonesia,
Priska Devina.
16 Sept 2012, Serpong.