Minggu, 11 November 2012


 

CHILDREN'S THOUGHT

By: Priska Devina


 


"Mami, I have Jeclyn's secret."
Suatu malam, ketika saya sedang bersama Sekar, ia memberitahu saya.

"Yeah...?", balas saya.

"Jeclyn told me, her family hate her," lanjut anak saya.

Haaah...?

Saya cukup kaget mendengar ini.
Jeclyn (maaf, namanya saya samarkan ya) adalah teman Sekar.
Saya kenal Jeclyn.
Anak perempuan yang cerdas dan lincah.
Sepengetahuan saya, orang tua Jeclyn yang well-educated sangat sayang dan perhatian pada putrinya tersebut.

"Why..?", tanya saya

"She said, her family shouted at her", jawab anak saya .

Oooooh...

"And you..?
How about you..?" tanya saya.

"I have lovely family", jawabnya
Syukurlah. Saya menghela nafas lega.

Saya mencoba menjelaskan pada anak saya,
"Sekar, every family have their way to communicate. Some families speak in loud voice. Some not.
You see... Every family is different.
Miss Corry's family different from Miss Jati's family, or from Miss Lia's family."
Saya memberi contoh dengan keluarga guru gurunya disekolah.

Saya tahu persis, bgmn cinta dan perhatian keluarga Jeclyn pada Jeclyn. Oleh karena itu, saya agak kaget ketika Jeclyn bisa memberitahu Sekar bahwa keluarga membencinya.
Bagaimana ini bisa terjadi?

Lalu, saya teringat pada pendapat seorang pakar pendidikan anak - memang penting untuk mencintai anak. Tapi yang lebih penting lagi adalah membuat anak MERASA bahwa ia dicintai.

Bergaul di komunitas para hypnoterapist yang banyak membantu orang orang yang punya masalah dengan emosi, membuat saya akrab dengan istilah konsep 'Lima Bahasa Cinta'.
Mungkin Jeclyn termasuk anak yang bahasa cintanya adalah KATA KATA pendukung. Dan mungkin juga Jeclyn termasuk anak yang auditorynya dominan.

Pernah memang,
sekali waktu saya melihat bagaimana Jeclyn berkomunikasi dgn keluarganya. Saya agak kaget, karena mereka saling berbicara dgn suara yang kencang. Memanggil nama anak, tapi lebih mirip suara teriakan atau hardikan.

Mungkin mereka terbiasa dengan cara demikian dari sononya. Dan selama ini fine fine saja.
Namun bahayanya adalah, hal ini akan salah dimengerti oleh anak sebagai teriakan, tanda kemarahan atau kebencian.

Sekar adalah contoh anak auditory dan salah satu bahasa cintanya adalah Kata Kata yang baik.
Moodnya mudah sekali berubah kelam, jika kita membentaknya. Bahkan dengan sedikit nada suara yang berubah, dia sudah merasa dihukum.

Dulu, ketika saya blm mengerti tentang hal ini, saya pernah membentaknya dengan suara kencang, termasuk juga kebiasaan jelek saya membanting barang saat marah, saya lakukan di depannya. Saat itu ia masih berusia sekitar lima tahun.

Saat ini, saya sedang berusaha mengerem kebiasaan buruk saya itu. Terlebih, awal tahun ini, saya sempat membawa Sekar untuk tes sidik jari. Coach yang menjelaskan hasil tes tersebut mengingatkan saya dan suami, bahwa Sekar termasuk anak yang sensitif terhadap nada suara dan kata kata.

Semenjak itu, kami jadi lebih berhati hati dalam berbicara padanya. Saya juga mulai jarang berteriak marah dengan suara kencang.
Karena kalau kami lakukan itu, akan sangat melukai hatinya.
Membuat ia merasa tidak dicintai, walaupun bukan itu yang kita maksudkan.
Namun ya.....karena marah, biasanya memang sulit bersuara rendah.

Untuk masalah Jeclyn, saya ingin membantu.
Jadi saya bilang ke Sekar,
" Well Sekar..., sometimes.......
Parents are not always smart.
So kids need to tell parents their feeling and emotion, so family can help.
Because sometime, parents do not know what happen inside your heart
So,why don't you tell Jeclyn - to tell her family, that she don't like be shouted ?"

Anak bukanlah orang kecil yang bodoh. Mereka punya perasaan ingin dihargai. Kadang, saat keinginannya tdk dipenuhi, mereka akan marah. Dan di lain pihak, orang tua punya presepsi yang berbeda.

Saya dan suami sepakat, anak adalah murni. Mereka pada dasarnya adalah baik.
Jadi, jika suatu ketika mereka nakal, membantah, membanting pintu, menghentakkan kaki, membentak, mengusir kita saat kita masuk ke kamarnya, dll, maka berarti telah terjadi sesuatu pada si anak.
Sesuatu yang tidak nyaman dan mengganggunya. Tapi tidak bisa ia ungkapkan dengan verbal seperti layaknya para orang dewasa harapkan.

Oleh karena itu, anak biasanya akan menguapkan perilaku, yang kita cap sebagai bandel, nakal, membangkang, kasar, dll.

Saya bukanlah orang tua yang sempurna. Oleh karena itu, saya berusaha memberikan yang terbaik, setiap detik, untuk anak saya. (Dan kalau saya salah atau melenceng jauh, suami saya adalah satpam yang akan menjewer saya).

Saya dan anak saya punya saat khusus yang namanya 'Girl's Time'.
Pada saat itu, hanya dia dan saya berdua saja. Tidak ada orang lain, termasuk tdk juga papanya.

Kami bisa melakukan Girl's Time dengan berjalan jalan sore 10-15 menit di kompleks rumah, atau belanja buku di Gramedia, atau malam menjelang tidur saya membacakan buku cerita, atau bermain boneka dengannya.
Papanya tidak boleh ikut serta.
Karena, namanya saja Girl's time.

Lalu, Sekar juga punya ' Daddy dan Daughter's time'. Nah, kalau itu sih, banyaknya dilakukan di Fun Citynya Giant.
Ayah dan anak, sama sama bersenang senang di arena bermain. Pada saat itu, saya tidak ikutan.
Saya kurang suka dengan arena games semacam itu. Terlebih suasananya sangat ribut di sana dengan aneka suara yang keluar dari mesin permainan.

Sepulang dari Daddy and Daughter's time, suami saya akan mendapat banyak info tentang perasaan dan hal hal yang dipikirkan Sekar, yang tidak jarang, diluar dugaan kami.

Pada hari hari biasa, dia akan sulit sekali diajak bicara, apalagi jika sedang ngambek.
Tapi pada saat privacy time seperti itu, ia akan lebih mau menceritakan hal hal sensitif.

Kami jadi tahu, siapa saja temannya yang nakal, apakah hari ini ia sedang sedih atau senang, kenapa ia membanting pintu tempo hari, apa perasaannya ketika melihat sapi sapi disembelih di masjid minggu lalu, dll.

Sedangkan saya, di saat Girl's Time, akan berusaha mengisi tangki cinta Sekar dengan kata kata positif.
Bahwa ia berharga, dan kami sangat mencintai dia.
Kami ingin dia tahu dan merasa, bahwa ia dicintai dan aman bersama kami.

Anak yang merasa dirinya dicintai papa mamanya, akan lebih kuat menghadapi masalah yang ia temui sehari hari.
Ia tidak merasa sendirian.

Ia juga akan lebih terlindung dari ancaman dan pengaruh buruk lingkungan sekitarnya.
Karena jika ia merasa dicintai, ia akan mau lebih terbuka pada kita selaku orang tua. Dan sebelum segala sesuatu bertambah buruk, kita bisa sdh mengetahuinya dan bisa mencegahnya.

Menjadi orang tua adalah sekolah kehidupan, dimana kita belajar sekaligus praktek pada saat bersamaan.
Komunikasi dengan anak sangat penting. Walaupun kita orang tuanya, tidak semua hal tentang anak kita tahu.

Butuh kerja ekstra, supaya anak mau cukup terbuka dengan kita.
Karena hal yang anak kita pikirkan di era digital saat ini, berbeda dengan kita saat kecil di era kotak televisi masih hitam putih.
Informasi yang mereka terima jauh lebih banyak dibandingkan dengan kita puluhan tahun yang lalu.
Ipad, YouTube, dan Google adalah guru mereka.
Sementara kita dulu, masih bertanya pada ayah ibu, kakek nenek, paman bibi, ibu dan bapak guru di sekolah.

Oleh karena itu, presepsi kita dan anak, bisa jauh berbeda.

Ngak mau kan, anak yang kita sayangi ternyata diam diam menyangka, kalau kita membencinya?

Kita bukan dukun....

Oleh karena itu,
untuk tahu pikiran dan perasaan anak kita, perlulah kita sediakan waktu dan hati lebih banyak.......

Kids are present of life.
So precious.....



****************************

ULANG TAHUN


Oktober 2012, hari pertama....

Jauh sebelum hari itu, Sekar sudah ribut. Ia ingin hari itu dirayakan dengan istimewa
Ya, karena itu hari ulang tahunnya

Saya masih ingat,
tepat setahun sebelumnya, ketika ia meniup tujuh lilin kecil yang berjejer di atas kue tart di sebuah restoran di Shenzhen, dia mengucapkan wishnya.....
Ia ingin ulang tahun ke-8 nya dirayakan di Paris, Eropa.
Astaga naga, Nak...!
Ngak salah tuch..?

Namun setelah nego sedikit,
akhirnya permintaan rencana ulang tahun di Paris dipindahkan ke Singapura, dengan syarat mesti berkunjung ke Universal Studio.
Ah, syukurlah..... :)

Tapi ketika mendekati hari H,
Sekar merevisi permintaannya.
Suami saya memberitahu saya, bahwa Sekar ingin acara yang beda.

Aduh,
minta apalagi ya dia...?

Ternyata,
ia minta ulang tahunnya dirayakan,
persis seperti acara buka puasa bersama yang sudah sudah.

Haah..?
Maksudnya....?
Buka puasa, Nak?
Bukannya bulan puasa sudah lewat?
Kami bertanya heran
Ooooh.......
Ternyata,
ia ingin merayakan ulang tahunnya di restoran saung, dengan beberapa tamu khusus, yang ia minta. Tamu yang sama, yang kami undang di acara buka puasa tempo hari.

Maksudnya,
Ia ingin acara makan ramai ramai di restoran, dan tamu khusus yang dimaksudnya adalah :
mbak Ani yang cuci baju di rumah kami, beserta keluarganya, Udin supir kami, beserta keluarganya, Kimung satpam di kompleks kami- beserta keluarganya, plus asisten rumah kaminya tentunya.

Ngak salah nih? pikir saya.
Ngak pikir ulang lagikah? tanya saya.
Sekar menggeleng.

Restoran ia yang pilih, nama tamu ia yang tuliskan.
Saya penasaran, ulang tahunnya dirayakan dengan makan makan bersama keluarga asisten rumah, supir dan satpam?

Tidak mau dirayakan bersama teman teman di Mc Donald atau Bakmi Gajah Mada, gitu?

"I wondering, Sekar, why your birthday celebration like that?", saya bertanya.

"Because they already take care of me, Mami.
Please ya Mami, boleh ya ...," jawabnya.

Saya tidak pernah menyangka jawaban si kecil seperti itu.
Saya dan suami tidak pernah mengajarinya hal tersebut. Saya rasa, guru guru di sekolahnyalah yang berperan penting dalam hal ini.
(I really thankful for the teachers)

Selama ini,
dalam pikiran saya,
pesta ulang tahun bagi anak anak adalah perayaan hura hura, senang senang, dengan teman-temannya.

Well,
Ternyata anak kita bisa berpikiran lain ya.

Thank you for teaching us, dear....
It's precious.
Happy birthday to you....

 
******************

The Time Will Come

 

Sekar:
"Aku umur 7 tahun,
Mami 40 tahun.
Aku masih kecil, koq Mami sudah tua siiich...?"

Oh...oh....
Saya mesem saja mendengar pertanyaan si kecil.
Karena saya diam saja, dia bertanya lagi, "Mami..! Aku nanya, aku masih kecil, koq Mami sudah tua siiiich...?!"


"Siapa bilang Mami sudah tua..?" tanya saya balik.
"Kan mami sudah 40 tahun," jawabnya.

Hehe... :)

"Kamu beneran mau tahu?", balas saya.
Ia menggangguk.

Ok deh (saya nyerah. Karena ternyata dia nanyanya serius)
"Itu karena Mami lahir in kamu setelah 7 tahun menikah", jelas saya
Dalam hati: Semoga tidak pertanyaan lagi. Tapi......

"Kenapa Mami lahir in setelah 7 tahun?
Kenapa ngak kayak Ie Ie (bibi)?
Ie Ie baru setahun nikah sudah punya bayi"

Ailalalalamak....
Ini anak....nanyanya ...

"Itu karena Tuhan kasih waktu yang terbaik buat Sekar, Mami dan Papi", jawab saya

Memang benar,
Saya rasa semua dikasih PAS dengan waktuNya, bukan waktu kita.

Baru punya anak setelah 7 tahun menikah, bukanlah hal yang mudah.
Saat pertemuan keluarga, ketika semua family dan ipar perempuan berkumpul, yang diomongin pasti soal anak.
Buat yang belum punya anak seperti saya ya..... pura pura ngerti aja, sambil senyum senyum bego.
Wong belum punya anak hehe...

Setelah itu, biasanya sering banget deh dikasih pertanyaan penutup yang keren semacam: eh.... Trus kamu bakalan punya anaknya kapan, Pris? Jangan ditunda tunda loh...
Caelah... Bujubune.
Siapa lagi yang mau nunda nunda.
Yang nanya rada rada juga nich...

Emang saya orang Singapura, yang maunya married but No kids?

Sebenarnya saya termasuk dalam kategori perempuan yang ngak pusing pusing amat, soal punya anak atau belum.

Rasanya belum siap untuk punya tanggung jawab memiliki anak, rasanya belum siap untuk bisa mendidiknya dengan benar, mencukupi kebutuhan ini itu, dll.
Rasanya.... beuraaaat banget jadi ortu yang benar.

Tiap hari,
Baca koran, nonton tivi, dengar radio, beritanya tidak ada yang enak tentang anak.
Mulai dari berita anak yang memukul ibunya, pelajar tawuran di sana sini, mahasiswa demo, uang sekolah naik terus, kurikulum yang ganti terus seperti ganti baju, bullying di sekolahan, penganiayaan berkedok mospek, dll.

Belum lagi dengar keluhan para ibu yang bilang, betapa susahnya jika anak sakit, tingginya biaya ke dokter, baby sitter yang jual mahal dan susah diatur, anak anak yang stress dengan pr dan test yang bejibun, dll...
Aduh, bikin headache banget deh.

Jadi, saya tidak terlalu antusias atau menggebu gebu mesti punya anak cepat cepat. Saya merasa masih kurang banget untuk jadi orang tua yang benar.
Tambahan lagi, kan tidak ada ya sekolah untuk jadi papa mama yang benar haha....

Saya tidak mau, anak saya lahir, lalu terbengkalai, hanya karena saya banyak tidak bisanya.

Buat saya,
punya anak = tanggung jawab besar.

Pada tahun ke-7, mungkin Yang Pengasih merasa kami sudah cukup siap, maka lahirlah Sekar.
Pada saat itu, motor pinjaman sudah berganti ke si mungil Mumun (panggilan Karimun silver, mobil pertama kami). Rumah pun sudah punya, dengan bantuan cicilan KPR.
Beruntung, uang muka rumah kami bisa dapatkan dari kebaikan boss yang bersedia menukar 'hadiah' tiket perjalanan Jakarta - Sydney dengan sejumlah uang yang paaaas banget dengan uang muka yang kami perlukan.
(Jadinya, sampai hari ini, kami belum pernah ke Sydney)

Tapi kalau dipikir pikir, semua ini sudah diaturkan yang terbaik oleh yang di atas untuk keluarga kami.
Oleh karena itu, saya tidak pernah terlalu pusing kalau anak pertama saya lahir 7 tahun setelah saya menikah.
Semua akan indah pada saatnya.....

Enam belas tahun yang lalu,
Sebagai mahasiswa Yogya yang sedang menunggu wisuda, lalu beruntung mendapat panggilan kerja di Jakarta, saya rasanya sudah hebat.
#Ampun dech#

Dikala teman teman seangkatan masih banyak yang sibuk mengirim surat lamaran kerja, saya sudah mendapatkannya.

Gaji pertama Rp 300.000;/bln, kerja sebagai staf multimedia salah satu kantor IT di area mangga dua.
Dua teman SMA saya yang baik hati, kasihan pada saya, lalu memperbolehkan saya ikut numpang pada kontrakan mereka di Kemayoran, tanpa harus ikutan bayar sepeserpun.
Saya kere banget waktu itu.

Bila saya menoleh ke belakang, berawal dengan gaji Rp 300.000; dan kini kami bisa mendapatkan berkat dengan kehidupan kami yang sekarang.... Sungguh luar biasa pemberian Yang Di Atas.

Bicara tentang yang kaya di atas kami.... Wah.... Ya banyak banget.
Teman-teman di kantor saya, pendapatannya rata rata 30 jt -300 jt/bln.
Bahkan ada yang 500 jt/bln.
Duit semua itu! :)
(Jangan khawatir, semua pada taat bayar pajak koq)

Dibandingkan dengan mereka, keluarga kami tidak ada apa apanya.

Tapi, di atas segalanya,
sungguh patut kami bersyukur.
Karena yang kami lihat......
bukan kami dan orang orang yang super sukses itu, tapi kami sekarang vs kami yang dulu.
Kami, yang pertama kali datang, tiba di Jakarta sebagai perantauan, 16 tahun yang lalu.

Harta bisa kita dapatkan, sepanjang kita MAU, NIAT, bersedia, sungguh-sungguh BEKERJA KERAS.

Namun soal jodoh dan anak... ehem... Selain perlu usaha dari kita, keputusannya ada pada Yang Di Atas.

Tulisan ini dibuat untuk teman teman yang sudah bosan ditanyain:
Kapan elo nikah?
Kapan nich punya anak?
Kapan si kecil dapat adik lagi?
Bla...bla...bla...

Just enjoy your life!
There are so many beautiful and great things for us.
Everything has the time.
STOP jadi orang lain!
Jadilah diri sendiri, Kawan....
Berani...??!

**************