Rabu, 14 September 2011

Diary of Sept 14, 2011

Saya akan menulis.... Sampai tua.
Sampai saya tidak bisa berpikir lagi...

Saya beruntung punya suami yang mendukung.
Dia mendukung banyak hal, dalam hidup saya.
Walaupun, well... Ada juga beberapa ide gila saya yang dia ngak acc.

Salah seorang teman saya berkomentar, Hidup kamu enak banget sih.
Seminggu di Bali.
Seminggu di Pontianak.
Lalu entar ke Surabaya. Ngak usah jaga in anak ya.
Hihihi....

Sebenarnya,
Apa sih yang kamu mau dalam hidup ini, Priska?
Beberapa teman saya bertanya pada saya dengan gusar.
Wong saya kelihatannya mencla menclok.
Ngak fokus, itu kata mereka.
Kerjaannya ikut seminar aja….!
Capai prestasi apa kek di kerjaan.
Dapat award apa kek di kantor.
Masak orang sebagus loe, produksi omzet segitu gitu aja?
Saya cuma mesem aja dibilangin gitu.
Soalnya, mereka benar sich.
Di kantor, saya ngak masuk dalam top 10 best producer di sana.
Padahal, asal tahu aja, di alam saya kerja, yang namanya omzet atau pencapaian adalah segala galanya. Adalah dewa di sana.
Kalau mau terkenal cepat, capailah omzet setinggi mungkin.
Pasti deh segera beken.

Dan kalau mau terdepak cepat, maka bermalas malasan lah.
Maka dengan sekejap, dikau akan dicuek in sampai di ujung dunia.
Oalaaah... Segitu amat ya.
Hehe... Ini agak berlebihan memang.
Tapi ada benernya, dikit....

Balik lagi soal apa yang saya inginkan dalam hidup ini.
Saya juga bingung .
Saya lagi nyari juga nich.
Help....!
Menulis,
Membantu saya melepaskan semua tekanan –
kiri kanan- atas bawah-depan belakang
Tentang apa yang mesti saya capai
Tentang bagaimana seorang Priska dimata orang orang seharusnya
Tentang siapa Priska seharusnya menurut versi mereka
Capek dech…..

Tapi saya yakin, bukan cuma saya yang mendapat tekanan seperti ini.
Beberapa dari anda juga khan….?
Kalau ngak, ngak mungkin anda begitu iseng mau luangkan waktu membaca blog gado gado seperti ini, hehe….
Senasib….
Kalau tidak, ya ngak apa apa.
Congratulation. You have your vision. And that is good, guys!
And me now…..
I will keep looking…. My purpose of life
Wish me luck…!



by: Priska dh
serpong

Antisipasi


“Yang membuat kita takut dan sakit, adalah antisipasi dari suatu kejadian”

Ajahn Brahm melalui bukunya -Si Cacing dan kotoran kesayangannya 1- menjelaskan dengan sederhana analogi tersebut.

Seorang biksu, mencabut giginya sendiri,
dengan tang, tanpa obat bius
(iyalah, di hutan belantara Thailand yg terpencil, mana ada stok obat bius).
Dia mengambil tang,
masuk ke pondok,
keluar lagi dengan giginya sendiri yang terjepit di tang,
dengan beberapa eceran darah segar tentunya.

Waktu ditanya, sakit nggak..?
Dia menjawab:  
waktu saya mengambil tang di kotak perkakas, tidak sakit.
Lalu saya berjalan ke dalam pondokan, bersiap siap mencabut gigi tsb, tdk sakit.
Waktu saya membuka mulut saya dan tang saya masukkan ke dlm mulut, saya juga tdk merasa sakit.
Waktu tang menjepit gigi, mengoyang goyangkan gigi tsb, dan crot... gigi tercabut, ya... Itu ada rasa sakit. Tapi ngak lama, paling banter 5 menit aja.
Sekarang, gigi yang sakit sudah tidak ada, rasa sakit karena bekas cabutan juga sudah reda...

Well.....
Kalau kita bagaimana ya...?
Membayangkannya saja sudah amit amit rasanya, hehe...
Itulah yang namanya ANTISIPASI.
Itulah yang membuat kita menciptakan rasa sakit dan takut, jauh sebelum rasa sakit yang sebenarnya muncul.

Lalu, saya ingat....
Ketika saya pergi prospek,
Bertemu dengan seorang kaya dan sukses luar biasa.
Dia pasti jauh lebih pintar dari saya, itu pikiran saya.
Buktinya.... Dia lebih berhasil, lebih hebat dari saya.
Mobil saya satu, Levina, itu pun cicilannya belum lunas.
Dia ….. memakai alphard.

Rumah saya harganya Rp 350jt, belum lunas lagi.
Dia….. selain punya ruko beberapa,
rumah yang sekarang ditinggalin bersama keluarganya berharga diatas 3 Milyard.

Saya, mengajak keluarga berlibur ke Singapura saja, mikir bolak balik.
Dia…..setahun dua kali, rombongan sama mertua dan orang tua, beserta family, melancong sampai Eropa.

Jadi....
Saya sama dia.... Wah, jauh sekali!

Semua pertimbangan
dia lebih ini, dia lebih itu,
membuat saya semakin minus nilainya.
Sehingga ke PD an saya pun drop.
Akibatnya, saya jadi takut ngak selevel dia.
Saya jadi takut ngak lebih pintar dari dia.
Saya sibuk antisipasi kekhawatiran saya.
Dan pada saat ketemu dia, saya sibuk mempersiapkan jawaban saya, tanpa benar-benar mempersiapkan hati, pikiran dan telinga saya untuk mendengarkan dia.

Alhasil, anda sudah tahu Saudara2....
Saya gagal pada presentasi saya...
Karena ketakutan saya sendiri....
Karena saya... Sibuk melakukan antisipasi…..


by : priska dh
serpong, 13 sept 2011
the diary

Senin, 18 Juli 2011

Air Mata

****************************
            A I R  M A T A
      By : Priska Devina


Kapan terakhir kali anda menangis?

Sampai saat ini,
banyak orang malu menangis.

Saya juga sih, hehe...

Karena dari kecil,

kita diajarkan untuk menutupi kekurangan kita.
Mempertunjukkan kelemahan kita,
apalagi yang ditunjukan dengan deraian airmata,
adalah aib.
Setidaknya, itulah yang saya tahu.

Menangis,
buat saya,
tidak selalu dalam keadaan sedih atau susah.
Kadang,

kalau ke gereja (yang sudah lama saya absen ke sana),
saya sering menangis.
Apalagi jika berlutut di bawah patung Bunda Maria.
Melihat sosoknya yang berdiri dengan wajah tertunduk dan tangan terbuka, seolah menyambut kita, apa adanya ....
Dengan semua beban hidup kita,

masalah kita,
kesedihan,
dan rahasia rahasia kita ...

Buat sebagian teman-teman saya yang muslim, ada juga yang menangis saat mendaras doa khusuk di tengah malam. Pada saat itu, Ilahi terasa begitu dekat.

Well, seperti saya bilang sebelumnya,

menangis, bukan saja saat kita sedih.
Kadang, kalau menonton film komedi yang sangat lucu, kita terpingkal-pingkal dengan sejumlah titik air di sudut mata.
Atau saat mendengarkan lelucon teman yang sangat kocak, bisa bikin kita tidak tahan juga.

Buat saya,

ekspresi menangis, adalah bagian pembersihan diri.
Air yang keluar dari pelupuk mata, seperti membersihkan hati kita.
Memberi ruang baru untuk kita,

supaya bisa lebih menikmati hidup
dan membuat kita bernafas dengan lebih lega.

So,
Kapan terakhir anda menangis?

Gereja St Monika,
15 Juli 2011, serpong
By: Priska Devina

Jumat, 24 Juni 2011

Our Museum







               
OUR MUSEUM
           

April kemarin,
saya sekeluarga berangkat ke Singapura.
Itu bagian dari pelunasan janji pada si kecil.

Anak jaman sekarang,
kalau minta hadiah, main pakai acara request keluar negri ....

Selama 4 hari di sana, salah satu yang buat saya cukup terkesan adalah Singapore Discovery Centre (SDC), yang menceritakan sejarah Singapura, dan betapa bangganya warga Singapura dengan keragaman mereka.
Tujuannya adalah untuk menumbuhkan rasa cinta negara untuk warga sana.
Mirip dengan  mata pelajaran PSPB kita dulu (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa), tapi dalam versi yang jauh lebih menarik, lengkap dengan film, pameran, foto, animasi teknologi, dll.

Saya bilang pada suami saya,
koq pemerintah kita ngak buat model gedung seperti ini ya?
Daripada susah payah minta warganya ikutan program P4 (Eka Prasetya Panca Karsa - Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila), atau wajibkan mahasiwa semester awal mengambil mata kuliah Kewiraan, kenapa ngak buat Edutaiment Centre kebangsaan ?
Pasti laku.
Wong kita punya sejarah bangsa yang jauh lebih dashyat dengan 17.504 pulau, 10.068 suku bangsa, dan 615 jenis bahasa.

Tapi ternyata.....
Saya yang kurang update soal museum.
Kita juga punya lho di sini.
Keren.
Memang bukan museum seperti SDC, tapi lebih ke soal sejarah uang.
Namanya, Museum Uang Indonesia, di Jakarta.
Letaknya di daerah Kota, Glodok.

Tadi siang, saya ke sana bersama Sekar.
Berdua, ibu dan anak, kami berjalan, dari Museum Uang, lalu ke Museum Wayang, lalu ke Museum Keramik.
Murmer banget.
Museum Uang, masuknya gratis.
Museum lainnya, kami hanya bayar Rp 2600; untuk 1 tiket dewasa dan 1 tiket anak.

Si kecil senang sekali ke Museum Uang.
Diorama yang dibangun di dalamnya bagus, dengan sound system yang ok.
Banyak sekali koleksi uangnya.
Dari sejumput kain yang ditenun Putri Raja (bisa untuk menukarkan sebutir telur, di jaman dulu), aneka duit VOC, duit jaman Portugis, duit daerah Banten, duit kepulauan Riau, sampai beratus ratus jenis mata uang negara asing dipamerkan di sana.
Juga ada simulasi tumpukan balok balok emas yang menggiurkan. Serasa jadi orang kuayaaaa banget didalamnya haha....

Di Museum Wayang, surpraise menariknya adalah pertunjukan film 3D untuk mengenalkan beberapa tokoh wayang.
Ngak nyangka,
karakter wayang seperti Bima, Duryudana, Arjuna, Karna, dll digambarkan sangat macho, lengkap dengan dada bidang dan perut sixpack.
Tokoh Srikandi ditampilkan seksi elegan dengan atasan baju tanktop yang memperlihatkan puser, pinggang ramping dan dada busung. Cakep sekali.
Tidak kalah dengan animasi Final Fantasynya Jepang.

Selama ini anak saya hanya mengenal karakter hero versi luar, seperti Three Musketeer di film Barbie, Mulan di kartun Walt Disney, dll.

Senang rasanya,
anak bisa belajar tentang tokoh perwayangan dengan film seperti itu.
Sekar langsung hafal,
kalau monyet putih itu namanya Anoman.
Cewe cantik yang jago memanah itu, namanya Srikandi.
Jagoan yang kukunya panjang di telunjuknya, adalah Bima.
Asyik kan....

Moga moga ya, semakin hari, semakin banyak fasilitas seperti ini, untuk anak anak kita semua.

Jangankan anak kecil,
emak emak kayak saya saja kegirangan main ke museum seperti itu.....

Happy holiday.....
23 Juni 2011


by:
Priska Devina










Selasa, 14 Juni 2011

D O A

******************************
                    D O A
     (By Priska Devina H)

Jakarta.
Pukul 16:23.

"Ambil joki aja, Pak," pinta saya ke supir.
Mending bayar Rp.15.000; daripada ditangkap polantas karena melanggar 3in1 di jalan Sudirman.

Supir sudah tahu, kalau milih joki, saya lebih suka yang wanita.
Rasanya lebih aman.

Seorang wanita muda, mungkin usia 20an, masuk ke mobil saya,
duduk di kursi depan, samping supir.
Ia menggendong seorang bayi mungil bertopi rajut kuning.
Itu benar2 masih bayi....

Di luar, hujan gerimis,
ac mobil makin dingin, krn suhu menurun.
Bayinya mulai gelisah.
Si ibu muda tampak tidak enak, krn bayinya merengek pelan.
Mungkin lapar, mungkin juga karena dingin ac mobil.

Saya melirik keluar jendela.
Ada banyak joki di sana, mengacungkan tangan, menawarkan jasa 3in1.
Tidak sedikit anak balita dan bayi dibawa serta sang ibu joki.

Bayi di depan saya,
juga bayi bayi joki lain yang pernah saya lihat di hari sebelumnya....
adalah bayi yang sama dengan bayi artis terkenal,
bayi politikus kaya,
atau bayi pengusaha sukses,
atau bayi saya sendiri ......

Hanya saja, nasib tak sama.
Yang ini harus ikut ibunya.
Pagi dan sore,
dalam gendongan ibunya yang berdiri di tepi jalan.

Semoga ada yang iba melihat dia,
sehingga ibunya lebih cepat mendapat orderan joki.

Kita tak bisa memilih terlahir dari rahim siapa.

Ada yang lahir, dijemput dengan helikopter pulang ke kastil mewah,
ada yang upacara kelahirannya saja super meriah seperti kawinan,
lengkap dengan pengasuh bergaji tinggi untuk merawatnya.
Tapi ada juga yang.... ya seperti bayi joki di depan saya ini.

Lalu saya ingat, bayi yang lain.
Bayi yang disuapin di trotoar pemisah jalan,
karena dipakai untuk media mengiba para peminta- minta.
Atau bayi yang agak besar, yang sudah balita,
dan diajar untuk menjulurkan kaleng atau ngamen sekenanya di perempatan lampu merah.

Di bawah terik siang atau gerimis,
menyelip di antara deru knalpot mobil dan motor,
bertelanjang kaki...

Kalau itu anak kita......tak terbayangkan!
Atau.... kita sendiri dulu...?

Aiyooo.....!
Mungkin ini salah satu hal yang kadang sering saya lupa syukuri.
Lahir dari rahim ibu yang berkecukupan....

Tak ada yang bisa memprediksi nasib orang di kemudian hari,
dan kita tahu,
kemiskinan dan kesulitan di awal bukan berarti akan miskin seumur hidup.

Oleh karena itu,
Semoga saja kau, Nak,
dan teman teman mu yang lain,
yang saat ini masih di pinggir jalan untuk sesuap nasi,
suatu ketika kelak......
Semoga kau jadi orang berhasil, punya mobil sendiri, rumah sendiri.
Dan punya anak ..... yang lahir dari rahim yang berkecukupan ....

Sudirman, macet luar biasa.
31 Mei 2011

Catatan Juni 2011

------------------------------
Catatan Juni 2011
By: Priska Devina H

Setelah hampir 10 kali turun dari mobil untuk bertanya pada orang,
akhirnya, sampai juga saya di rumah Bu Rosa (bukan nama sebenarnya).

Saya belum pernah ke daerah Jembatan hitam,
karena itu tidak heran, sampai salah jalan segala.
Saya belum pernah bertemu Bu Rosa sebelumnya.
Beliau menelepon saya,
karena ingin mendapat info lebih lanjut tentang asuransi untuk anaknya.
Seorang nasabah yang berbaik hati, mereferensikan nama saya padanya.

Jalan menuju rumah Bu Rosa sempit dan padat.
Tidak ada tempat parkir, oleh karena itu,
 Levina silver saya terpaksa parkir di pinggir rel kereta api.
Sampai was was rasanya....
Tapi kata tukang parkirnya, ngak usah khawatir,
dari beberapa rel ini, hanya satu yang aktif, yang paling ujung, katanya.
Oooh....

Dengan diantar tukang parkir, saya menuju rumah Bu Rosa.
Sepanjang jalan ke sana, saya merasa dilihatin oleh para penduduk sana.
Mungkin belum pernah ada makhluk seperti saya di sana hehe...

Akhirnya saya tebar senyum sana sini, sambil bilang "Permisi Pak, Permisi Bu, Permisi Dek...."
Soalnya rumah Bu Rosa masuk masuk ke gang kecil, yang hanya cukup untuk lewat 1 motor. Seperti labirin lokasinya.
Mirip dalam film film Christina Hakim, kalau ceritanya tentang manusia urban Jakarta yang padat penduduk.

Pemukimannya sungguh padat dat.
Semua orang pasti saling kenal di sini, pikir saya.
Karena rumahnya benar2 berdempetan. Akrab bener.....

Anak anak, mulai dari yang telanjang kaki,
telanjang beneran,
hidung ingusan,
sampai yang merengek rengek minta uang jajan sama ibunya,
adalah pemandangan sehari hari.

Pekerjaan saya sebagai agen asuransi,
memberi saya kesempatan untuk bertemu dengan banyak orang yang berbeda karaktek, berbeda kondisi, berbeda pola pikir.

Namun Bu Rosa..... She really surprise me.
Awalnya, dia agak sungkan kelihatannya waktu mempersilakan saya masuk.
Saya sih biasa biasa saja.
Saya malahan enjoy dengan pengalaman baru saya. 
Jarang jarang saya bisa main ke pemukiman seperti ini.
Beliau minta maaf, karena kami terpaksa duduknya di lantai.
Sofanya penuh dengan aneka barang, mulai dari tas sekolah anak, buku, gulungan karpet, majalah lama, dkknya.
Tidak ada meja tamu.

Beliau seorang guru matematika.
Sudah mengajar semenjak tahun 1985.
Suaminya saat ini bekerja sebagai supir angkutan umum.
Anaknya ada 3 orang, yang paling kecil, berusia 5 tahun.

Saya bertanya padanya, kenapa ia ingin mempunyai asuransi?
Bu Rosa menunjukkan kaki kanannya.
Ada bekas luka besar di sana.
Tiga tahun lalu, sepulang dari mengajar les,
ojek motor yang ia tumpangin menabrak mobil.
Akibatnya dia jatuh, terluka cukup parah, terutama kakinya.
Sampai sekarang, kalau berjalan, kaki kanannya tidak bisa kembali normal.
Biaya RS dia peroleh setengah dari bantuan sekolah tempat ia mengajar,
sisanya ia mengorek tabungannya,
sebagian ia juga sempat dibantu oleh ortu dari murid lesnya.

Dari sana ia mulai berpikir,
bagaimana jika terjadi hal yang leboh buruk padanya?
Bgmn dgn sekolah putranya yg masih Tk besar?
Kalau hanya dari penghasilan suaminya, jelas tidak bisa mencukupi keluarga.

Setelah sempat bertanya sana sini,
ia memutuskan untuk menghubungi saya.

Pengalaman saya ini,
sangat kontras dengan pengalaman saya pas ke Surabaya tempo hari.
Di sana saya juga bertemu dengan nasabah, yang sebelumnya belum pernah saya kenal.
Nah, kalau nasabah yang ini... Wah, kaya sekali.
 Rumahnya besar dan megah, lengkap dengan taman dan balkon.

Cuma.... Ya ampun...
Saya sampai menghela napas diam diam berkali kali,
karena dia keseringan mengucapkan,
asuransi itu mahal, masuk asuransi itu rugi, ngak bisa untung, dll.

Semuanya dicompare sama Bank atau invest di  saham, hahaha....
Ya beda lah Pak.
Saya sampai bergurau,
karena Bapak ngak pernah klaim, makanya rasanya rugi ya Pak...? :)

Dari pengalaman ini,
saya belajar,
kesadaran berasuransi tidaklah dilihat dari level ekonomi seseorang atau tingkat kemakmuran yang telah ia capai.

Untuk Indonesia,
memang butuh waktu dan kerja keras untuk menumbuhkan keperdulian dan kesadaran akan pentingnya asuransi.
Terutama untuk kita di negara maju, yang cenderung konsumtif.

Kepercayaan, adalah faktor utama.
Orang paling sebel,
jika saat klaim dipersulit,
atau prosesnya bujubune lamaaaa sekali, tanpa ada alasan yang jelas.

Oleh karena itu,
saya berharap, juga berdoa,
semoga makin hari,
makin banyak agen yang profesional dan benar benar melakukan service yang bagus kepada klientnya.
Dengan demikian,
harapan bahwa semoga makin banyak orang mengerti tentang pentingnya asuransi
dan mau memilikinya,
akan lebih mudah terwujud.

Tujuannya simple,
salah satunya adalah....
semoga semakin tahun,
jumlah orang yang terpaksa menguras tabungannya karena biaya Rumah Sakit,
makin sedikit .....

Semoga .....

Salam,
Priska Devina H

Minggu, 29 Mei 2011

The Childhood

              The Childhood
          (Masa Kanak Kanak)
            By: Priska Devina H


"Mami.... Tolong iketin rambut ku donk."

Sudah beberapa minggu,
saya menyisir dan menyikat rambut putri saya, Sekar, setiap pagi, sebelum dia sekolah.
Rada susah, karena ikat rambutnya dilakukan di dlm mobil yg sedang berjalan.
Biasa...kalau pagi, semua serba buru buru, jadi multitasking.

Saya senang senang saja, karena menurut saya ini adalah sebuah kemewahan.
Tidak semua ibu bisa punya kesempatan mengikatkan rambut anaknya setiap pagi.
Kebanyakan sudah harus tergesa gesa berangkat ke kantor.
Apalagi jika seperti saya yang tinggal di Serpong dan kerjanya di Jakarta.
Antar propinsi mboook.... Hehe

Mami saya sendiri tidak pernah mengikat rambut saya.
Nenek saya yang lakukan itu utk saya.
Sebelum berangkat sekolah siang, saya sudah 'nodong' nenek untuk mengkuncir rambut, plus menjepitkan aneka hiasan bunga yang terbuat dari tali rafia (di akhir thn 70-an, belum banyak jepitan rambut murah meriah seperti sekarang).

Menurut saya, inilah kenangan paling indah tentang nenek.
Hiasan rambut dari tali rafia, buatan nenek sendiri.

Saya tidak ingat,
berapa baju yang nenek punya,
berapa perhiasan yang beliau miliki,
berapa uang yang beliau simpan dari hasil jualan kuenya.
Yang saya paling ingat, dan sampai sekarang masih terasa sangat berkesan ..... 
adalah hiasan- hiasan rambut saya.
Bikinan nenek sendiri.
Special untuk saya sendiri.

Saya tdk tahu kenapa saya begitu terkesan.
Mungkin karena beberapa kali, saya kesakitan waktu nenek terlalu keras menjepit, sehingga kena kulit kepala saya,
 mungkin juga karena saya sempat melihat nenek begitu telaten merapikan, mengulung, meng lem tali tali rafia sehingga jadi pita rambut unik yang cantik,
mungkin juga karena ..... hanya nenek seorang yang menyediakan waktunya mengikat rambut saya.
Sesuatu yang bahkan ibu saya tidak sempat lakukan untuk saya.

Masa kecil kita yang hilang, memang tidak pernah kembali.
Namun, saya rasa, kita tetap bisa mengisi potongan yang hilang tersebut saat ini, dengan MEMBERI.
Pada siapa saja, kapan saja.

Sekarang,
saat saya mengikat rambut anak saya tiap pagi,
adalah saat saya 'membayar kembali' kasih sayang nenek saya,
mengisi potongan masa kecil saya yang hilang,
sekaligus memberi diri saya kesempatan menikmati kedekatan hubungan ibu- anak dengan putri saya.....

Apakah masa kanak kanak Anda sempat ada yang 'hilang' ?
Mungkin sekarang adalah saat yang tepat untuk menciptakan sendiri potongan tersebut....

Salam,
Priska DH




Kamis, 19 Mei 2011

Books and The Spirit .....

*Buku, Tulisan, dan Semangatnya*
 

Regina Brett.
Anda mungkin tidak terlalu mengenalnya.
Saya juga tidak, secara langsung.
Tapi saya membaca 50 bab  bukunya yg sangat inspiratif,
 'Tuhan tidak pernah tidur'.

Saya sangat suka.
Setiap bab membuat saya merenung, dan kadang juga... menangis.....

Ia penderita kanker, yang merasa hidup ini tidak adil padanya.
Maksudnya, Tuhan tdk adil padanya.

Ia kehilangan ke dua payudaranya,
hamil sebelum menikah,
kesepian,
berjuang keras membesarkan anaknya sendiri sampai ia berusia 40 thn.
Ia bilang,
Tuhan pasti sedang tidur saat menciptakan dia, sehingga dia seolah terlupakan.

Buat anda yang sedang butuh vitamin hidup, semoga buku ini bisa menjadi teman anda, meniupkan semangat untuk anda lewat kisahnya yang jujur, sederhana, nyata, namun ditulis dengan indah.

Selain Regina, saya juga punya teman lain,
yang mengarang '29 Gifts',
..... Cami Walker.

Ia mengajarkan saya utk belajar MEMBERI.
Sekecil apapun itu, memberilah, berbagilah.
Karena memberi itu menyembuhkan.
Apalagi bagi kita yang punya luka dalam hati sepanjang hidup kita.
Karena tulisan Cami, saya ikut melakukan proyek 'memberi dalam 29 hari' dan mendapat banyak pelajaran berharga dari sana.

Oya, hidup saya berubah arah, terutama di karir, setelah saya membaca buku 'Unstoppable' nya Cynthia Kersey.
Itu buku luar biasa.
Buku itu membuat saya nekad jadi agen asuransi, yg tidak dpt gaji bulanan.
Buku itu meyakinkan saya yang rendah diri, sangat ngak pede, bahwa tiap org itu punya potensi sukses, sekurang apapun dia sekarang.
Buku itu menulis banyak kisah orang biasa, yang akhirnya menjadi seseorang yg bisa dicontoh, karena ia MAU!

Saya sangat menyukai buku.
Pencinta buku, yang kalau lagi di Gramedia suka lupa diri.
Saya juga punya cita cita, jadi penulis, tapi sampai sekarang belum nulis 1 buku pun,  hahaha...
..
Saya suka menulis, tapi sering ngak yakin tulisannya bagus, sering merasa takut tulisannya jelek dan tidak dihargai.
Apalagi ketika tempo hari saya menulis tentang Bali.
Busyet deh... Perasaan ngak enak benar setelah dibroadcast.
(Tapi, tahu ngak, ternyata besoknya, hari minggu, Kompas juga menurunkan berita tentang kondisi pantai Kuta, yang mirip dg yang saya tulis sebelumnya.)

Selama ini, sering saya ditakuti oleh pikiran2 saya sendiri. Belum apa apa, saya sudah menghakimi tulisan saya sendiri.
Belum ada yang nolak, saya sudah menolak diri saya sendiri.

Bayangan ketidaknyamanan sering datang ketika saya ingin membroadcast tulisan.
Macam macam pikiran yang muncul.
Pada suka ngak ya?
Tulisannya bagus ngak ya?
Ini tulisan aneh ngak sih ya?
Dll....

Satu satunya hiburan, adalah buku buku inspiratif.
Yg mengingatkan saya:
hei... BANGKIT!
Kadang kita buat kesalahan, itu NORMAL.
Itu karena kita manusia yang masih hidup!
Kalau merasa punya talenta menulis, maka MENULISLAH dan tunjukkan pada pada dunia bahwa kau ..... ADA!
Kata orang bijak,
Salah satu cara kita berterima kasih karena kita telah diciptakan,
adalah dengan memenuhi talenta kita.
Kalau ada yang masih kurang bagus, perbaiki!
Ini masih lebih bagus daripada tidak pernah menulis satu kata pun.
Hehe....

So, terima kasih untuk para pengarang, yang telah jadi sahabat saya.
Juga Anda, yang tetap membaca tulisan saya sampai saat ini....


Teman

       TEMAN
       
Di antara ratusan teman,
hanya sedikit yang benar benar bisa membuat kita menjalin percakapan yg 'tek tok'
full dengan kelucuan dan tawa.

Beruntung, saya punya 3 teman seperti itu.
Salah satunya, bernama Sari.
Sari berperawakan kecil, kurus, mungil. Wajahnya tirus dan berambut panjang.
Sayang, umurnya tidak panjang.
Tahun lalu, sebelum lebaran menjelang,
 ia menghembuskan napas terakhir di rumah sakit dengan kondisi koma dan gawat.
Sehari sebelum ia pergi, saya menjenguknya.
Perasaan saya remuk redam bercampur takut.
Saya belum pernah melihat orang koma.... Selain nenek saya sendiri beberapa tahun sebelumnya.

"Sari... Sari... Ini aku.... Priska. Kamu bisa dengar saya...?"
Dia diam saja.
Napasnya sulit.
Aku memegang tangannya.
Kurus sekali. Benar benar tinggal tulang dan kulit.
Biasanya, saya akan mengejeknya...... Dia begitu kurus, hingga tinggal tulang dan kentut.

Pagi ini.....
Ketika saya melintasi kuburan Tanah Kusir, seperti pagi sebelumnya....
Saya teringat pada Sari.

Betapa banyak Sari kita yang terkubur di sana.
Betapa banyak air mata yang tertumpah saat kita mengantar kepergian mereka.
Betapa banyak persahabatan terukir bersama nama mereka di nisan.

Kemudian,
Saya melihat kehidupan ini.
Semasa kita hidup...
Semasa kita masih diberi napas....
Betapa banyak kali kita tidak menghargai hidup ini dan orang orang yang diberikan kepada kita.
Anak kita, suami atau istri kita, orang tua kita, guru kita, teman kita, mertua kita, ipar kita, tetangga kita, staf kita, pembantu kita,..... Semuanya!

Tiba tiba saya teringat, sebuah artikel menulis...
" Jika kamu bertengkar, coba lihat baik baik, apakah masalah itu masih akan sangat penting 40 tahun kemudian. Jika tidak, lupakan dan maafkanlah saja."
Begitu cara menghargai hidup yang sederhana ....

Tulisan ini dibuat untuk semua sahabat... Dan mereka yang sedang mencari sahabat....