Jumat, 24 Juni 2011

Our Museum







               
OUR MUSEUM
           

April kemarin,
saya sekeluarga berangkat ke Singapura.
Itu bagian dari pelunasan janji pada si kecil.

Anak jaman sekarang,
kalau minta hadiah, main pakai acara request keluar negri ....

Selama 4 hari di sana, salah satu yang buat saya cukup terkesan adalah Singapore Discovery Centre (SDC), yang menceritakan sejarah Singapura, dan betapa bangganya warga Singapura dengan keragaman mereka.
Tujuannya adalah untuk menumbuhkan rasa cinta negara untuk warga sana.
Mirip dengan  mata pelajaran PSPB kita dulu (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa), tapi dalam versi yang jauh lebih menarik, lengkap dengan film, pameran, foto, animasi teknologi, dll.

Saya bilang pada suami saya,
koq pemerintah kita ngak buat model gedung seperti ini ya?
Daripada susah payah minta warganya ikutan program P4 (Eka Prasetya Panca Karsa - Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila), atau wajibkan mahasiwa semester awal mengambil mata kuliah Kewiraan, kenapa ngak buat Edutaiment Centre kebangsaan ?
Pasti laku.
Wong kita punya sejarah bangsa yang jauh lebih dashyat dengan 17.504 pulau, 10.068 suku bangsa, dan 615 jenis bahasa.

Tapi ternyata.....
Saya yang kurang update soal museum.
Kita juga punya lho di sini.
Keren.
Memang bukan museum seperti SDC, tapi lebih ke soal sejarah uang.
Namanya, Museum Uang Indonesia, di Jakarta.
Letaknya di daerah Kota, Glodok.

Tadi siang, saya ke sana bersama Sekar.
Berdua, ibu dan anak, kami berjalan, dari Museum Uang, lalu ke Museum Wayang, lalu ke Museum Keramik.
Murmer banget.
Museum Uang, masuknya gratis.
Museum lainnya, kami hanya bayar Rp 2600; untuk 1 tiket dewasa dan 1 tiket anak.

Si kecil senang sekali ke Museum Uang.
Diorama yang dibangun di dalamnya bagus, dengan sound system yang ok.
Banyak sekali koleksi uangnya.
Dari sejumput kain yang ditenun Putri Raja (bisa untuk menukarkan sebutir telur, di jaman dulu), aneka duit VOC, duit jaman Portugis, duit daerah Banten, duit kepulauan Riau, sampai beratus ratus jenis mata uang negara asing dipamerkan di sana.
Juga ada simulasi tumpukan balok balok emas yang menggiurkan. Serasa jadi orang kuayaaaa banget didalamnya haha....

Di Museum Wayang, surpraise menariknya adalah pertunjukan film 3D untuk mengenalkan beberapa tokoh wayang.
Ngak nyangka,
karakter wayang seperti Bima, Duryudana, Arjuna, Karna, dll digambarkan sangat macho, lengkap dengan dada bidang dan perut sixpack.
Tokoh Srikandi ditampilkan seksi elegan dengan atasan baju tanktop yang memperlihatkan puser, pinggang ramping dan dada busung. Cakep sekali.
Tidak kalah dengan animasi Final Fantasynya Jepang.

Selama ini anak saya hanya mengenal karakter hero versi luar, seperti Three Musketeer di film Barbie, Mulan di kartun Walt Disney, dll.

Senang rasanya,
anak bisa belajar tentang tokoh perwayangan dengan film seperti itu.
Sekar langsung hafal,
kalau monyet putih itu namanya Anoman.
Cewe cantik yang jago memanah itu, namanya Srikandi.
Jagoan yang kukunya panjang di telunjuknya, adalah Bima.
Asyik kan....

Moga moga ya, semakin hari, semakin banyak fasilitas seperti ini, untuk anak anak kita semua.

Jangankan anak kecil,
emak emak kayak saya saja kegirangan main ke museum seperti itu.....

Happy holiday.....
23 Juni 2011


by:
Priska Devina










Selasa, 14 Juni 2011

D O A

******************************
                    D O A
     (By Priska Devina H)

Jakarta.
Pukul 16:23.

"Ambil joki aja, Pak," pinta saya ke supir.
Mending bayar Rp.15.000; daripada ditangkap polantas karena melanggar 3in1 di jalan Sudirman.

Supir sudah tahu, kalau milih joki, saya lebih suka yang wanita.
Rasanya lebih aman.

Seorang wanita muda, mungkin usia 20an, masuk ke mobil saya,
duduk di kursi depan, samping supir.
Ia menggendong seorang bayi mungil bertopi rajut kuning.
Itu benar2 masih bayi....

Di luar, hujan gerimis,
ac mobil makin dingin, krn suhu menurun.
Bayinya mulai gelisah.
Si ibu muda tampak tidak enak, krn bayinya merengek pelan.
Mungkin lapar, mungkin juga karena dingin ac mobil.

Saya melirik keluar jendela.
Ada banyak joki di sana, mengacungkan tangan, menawarkan jasa 3in1.
Tidak sedikit anak balita dan bayi dibawa serta sang ibu joki.

Bayi di depan saya,
juga bayi bayi joki lain yang pernah saya lihat di hari sebelumnya....
adalah bayi yang sama dengan bayi artis terkenal,
bayi politikus kaya,
atau bayi pengusaha sukses,
atau bayi saya sendiri ......

Hanya saja, nasib tak sama.
Yang ini harus ikut ibunya.
Pagi dan sore,
dalam gendongan ibunya yang berdiri di tepi jalan.

Semoga ada yang iba melihat dia,
sehingga ibunya lebih cepat mendapat orderan joki.

Kita tak bisa memilih terlahir dari rahim siapa.

Ada yang lahir, dijemput dengan helikopter pulang ke kastil mewah,
ada yang upacara kelahirannya saja super meriah seperti kawinan,
lengkap dengan pengasuh bergaji tinggi untuk merawatnya.
Tapi ada juga yang.... ya seperti bayi joki di depan saya ini.

Lalu saya ingat, bayi yang lain.
Bayi yang disuapin di trotoar pemisah jalan,
karena dipakai untuk media mengiba para peminta- minta.
Atau bayi yang agak besar, yang sudah balita,
dan diajar untuk menjulurkan kaleng atau ngamen sekenanya di perempatan lampu merah.

Di bawah terik siang atau gerimis,
menyelip di antara deru knalpot mobil dan motor,
bertelanjang kaki...

Kalau itu anak kita......tak terbayangkan!
Atau.... kita sendiri dulu...?

Aiyooo.....!
Mungkin ini salah satu hal yang kadang sering saya lupa syukuri.
Lahir dari rahim ibu yang berkecukupan....

Tak ada yang bisa memprediksi nasib orang di kemudian hari,
dan kita tahu,
kemiskinan dan kesulitan di awal bukan berarti akan miskin seumur hidup.

Oleh karena itu,
Semoga saja kau, Nak,
dan teman teman mu yang lain,
yang saat ini masih di pinggir jalan untuk sesuap nasi,
suatu ketika kelak......
Semoga kau jadi orang berhasil, punya mobil sendiri, rumah sendiri.
Dan punya anak ..... yang lahir dari rahim yang berkecukupan ....

Sudirman, macet luar biasa.
31 Mei 2011

Catatan Juni 2011

------------------------------
Catatan Juni 2011
By: Priska Devina H

Setelah hampir 10 kali turun dari mobil untuk bertanya pada orang,
akhirnya, sampai juga saya di rumah Bu Rosa (bukan nama sebenarnya).

Saya belum pernah ke daerah Jembatan hitam,
karena itu tidak heran, sampai salah jalan segala.
Saya belum pernah bertemu Bu Rosa sebelumnya.
Beliau menelepon saya,
karena ingin mendapat info lebih lanjut tentang asuransi untuk anaknya.
Seorang nasabah yang berbaik hati, mereferensikan nama saya padanya.

Jalan menuju rumah Bu Rosa sempit dan padat.
Tidak ada tempat parkir, oleh karena itu,
 Levina silver saya terpaksa parkir di pinggir rel kereta api.
Sampai was was rasanya....
Tapi kata tukang parkirnya, ngak usah khawatir,
dari beberapa rel ini, hanya satu yang aktif, yang paling ujung, katanya.
Oooh....

Dengan diantar tukang parkir, saya menuju rumah Bu Rosa.
Sepanjang jalan ke sana, saya merasa dilihatin oleh para penduduk sana.
Mungkin belum pernah ada makhluk seperti saya di sana hehe...

Akhirnya saya tebar senyum sana sini, sambil bilang "Permisi Pak, Permisi Bu, Permisi Dek...."
Soalnya rumah Bu Rosa masuk masuk ke gang kecil, yang hanya cukup untuk lewat 1 motor. Seperti labirin lokasinya.
Mirip dalam film film Christina Hakim, kalau ceritanya tentang manusia urban Jakarta yang padat penduduk.

Pemukimannya sungguh padat dat.
Semua orang pasti saling kenal di sini, pikir saya.
Karena rumahnya benar2 berdempetan. Akrab bener.....

Anak anak, mulai dari yang telanjang kaki,
telanjang beneran,
hidung ingusan,
sampai yang merengek rengek minta uang jajan sama ibunya,
adalah pemandangan sehari hari.

Pekerjaan saya sebagai agen asuransi,
memberi saya kesempatan untuk bertemu dengan banyak orang yang berbeda karaktek, berbeda kondisi, berbeda pola pikir.

Namun Bu Rosa..... She really surprise me.
Awalnya, dia agak sungkan kelihatannya waktu mempersilakan saya masuk.
Saya sih biasa biasa saja.
Saya malahan enjoy dengan pengalaman baru saya. 
Jarang jarang saya bisa main ke pemukiman seperti ini.
Beliau minta maaf, karena kami terpaksa duduknya di lantai.
Sofanya penuh dengan aneka barang, mulai dari tas sekolah anak, buku, gulungan karpet, majalah lama, dkknya.
Tidak ada meja tamu.

Beliau seorang guru matematika.
Sudah mengajar semenjak tahun 1985.
Suaminya saat ini bekerja sebagai supir angkutan umum.
Anaknya ada 3 orang, yang paling kecil, berusia 5 tahun.

Saya bertanya padanya, kenapa ia ingin mempunyai asuransi?
Bu Rosa menunjukkan kaki kanannya.
Ada bekas luka besar di sana.
Tiga tahun lalu, sepulang dari mengajar les,
ojek motor yang ia tumpangin menabrak mobil.
Akibatnya dia jatuh, terluka cukup parah, terutama kakinya.
Sampai sekarang, kalau berjalan, kaki kanannya tidak bisa kembali normal.
Biaya RS dia peroleh setengah dari bantuan sekolah tempat ia mengajar,
sisanya ia mengorek tabungannya,
sebagian ia juga sempat dibantu oleh ortu dari murid lesnya.

Dari sana ia mulai berpikir,
bagaimana jika terjadi hal yang leboh buruk padanya?
Bgmn dgn sekolah putranya yg masih Tk besar?
Kalau hanya dari penghasilan suaminya, jelas tidak bisa mencukupi keluarga.

Setelah sempat bertanya sana sini,
ia memutuskan untuk menghubungi saya.

Pengalaman saya ini,
sangat kontras dengan pengalaman saya pas ke Surabaya tempo hari.
Di sana saya juga bertemu dengan nasabah, yang sebelumnya belum pernah saya kenal.
Nah, kalau nasabah yang ini... Wah, kaya sekali.
 Rumahnya besar dan megah, lengkap dengan taman dan balkon.

Cuma.... Ya ampun...
Saya sampai menghela napas diam diam berkali kali,
karena dia keseringan mengucapkan,
asuransi itu mahal, masuk asuransi itu rugi, ngak bisa untung, dll.

Semuanya dicompare sama Bank atau invest di  saham, hahaha....
Ya beda lah Pak.
Saya sampai bergurau,
karena Bapak ngak pernah klaim, makanya rasanya rugi ya Pak...? :)

Dari pengalaman ini,
saya belajar,
kesadaran berasuransi tidaklah dilihat dari level ekonomi seseorang atau tingkat kemakmuran yang telah ia capai.

Untuk Indonesia,
memang butuh waktu dan kerja keras untuk menumbuhkan keperdulian dan kesadaran akan pentingnya asuransi.
Terutama untuk kita di negara maju, yang cenderung konsumtif.

Kepercayaan, adalah faktor utama.
Orang paling sebel,
jika saat klaim dipersulit,
atau prosesnya bujubune lamaaaa sekali, tanpa ada alasan yang jelas.

Oleh karena itu,
saya berharap, juga berdoa,
semoga makin hari,
makin banyak agen yang profesional dan benar benar melakukan service yang bagus kepada klientnya.
Dengan demikian,
harapan bahwa semoga makin banyak orang mengerti tentang pentingnya asuransi
dan mau memilikinya,
akan lebih mudah terwujud.

Tujuannya simple,
salah satunya adalah....
semoga semakin tahun,
jumlah orang yang terpaksa menguras tabungannya karena biaya Rumah Sakit,
makin sedikit .....

Semoga .....

Salam,
Priska Devina H