Minggu, 11 November 2012


The Time Will Come

 

Sekar:
"Aku umur 7 tahun,
Mami 40 tahun.
Aku masih kecil, koq Mami sudah tua siiich...?"

Oh...oh....
Saya mesem saja mendengar pertanyaan si kecil.
Karena saya diam saja, dia bertanya lagi, "Mami..! Aku nanya, aku masih kecil, koq Mami sudah tua siiiich...?!"


"Siapa bilang Mami sudah tua..?" tanya saya balik.
"Kan mami sudah 40 tahun," jawabnya.

Hehe... :)

"Kamu beneran mau tahu?", balas saya.
Ia menggangguk.

Ok deh (saya nyerah. Karena ternyata dia nanyanya serius)
"Itu karena Mami lahir in kamu setelah 7 tahun menikah", jelas saya
Dalam hati: Semoga tidak pertanyaan lagi. Tapi......

"Kenapa Mami lahir in setelah 7 tahun?
Kenapa ngak kayak Ie Ie (bibi)?
Ie Ie baru setahun nikah sudah punya bayi"

Ailalalalamak....
Ini anak....nanyanya ...

"Itu karena Tuhan kasih waktu yang terbaik buat Sekar, Mami dan Papi", jawab saya

Memang benar,
Saya rasa semua dikasih PAS dengan waktuNya, bukan waktu kita.

Baru punya anak setelah 7 tahun menikah, bukanlah hal yang mudah.
Saat pertemuan keluarga, ketika semua family dan ipar perempuan berkumpul, yang diomongin pasti soal anak.
Buat yang belum punya anak seperti saya ya..... pura pura ngerti aja, sambil senyum senyum bego.
Wong belum punya anak hehe...

Setelah itu, biasanya sering banget deh dikasih pertanyaan penutup yang keren semacam: eh.... Trus kamu bakalan punya anaknya kapan, Pris? Jangan ditunda tunda loh...
Caelah... Bujubune.
Siapa lagi yang mau nunda nunda.
Yang nanya rada rada juga nich...

Emang saya orang Singapura, yang maunya married but No kids?

Sebenarnya saya termasuk dalam kategori perempuan yang ngak pusing pusing amat, soal punya anak atau belum.

Rasanya belum siap untuk punya tanggung jawab memiliki anak, rasanya belum siap untuk bisa mendidiknya dengan benar, mencukupi kebutuhan ini itu, dll.
Rasanya.... beuraaaat banget jadi ortu yang benar.

Tiap hari,
Baca koran, nonton tivi, dengar radio, beritanya tidak ada yang enak tentang anak.
Mulai dari berita anak yang memukul ibunya, pelajar tawuran di sana sini, mahasiswa demo, uang sekolah naik terus, kurikulum yang ganti terus seperti ganti baju, bullying di sekolahan, penganiayaan berkedok mospek, dll.

Belum lagi dengar keluhan para ibu yang bilang, betapa susahnya jika anak sakit, tingginya biaya ke dokter, baby sitter yang jual mahal dan susah diatur, anak anak yang stress dengan pr dan test yang bejibun, dll...
Aduh, bikin headache banget deh.

Jadi, saya tidak terlalu antusias atau menggebu gebu mesti punya anak cepat cepat. Saya merasa masih kurang banget untuk jadi orang tua yang benar.
Tambahan lagi, kan tidak ada ya sekolah untuk jadi papa mama yang benar haha....

Saya tidak mau, anak saya lahir, lalu terbengkalai, hanya karena saya banyak tidak bisanya.

Buat saya,
punya anak = tanggung jawab besar.

Pada tahun ke-7, mungkin Yang Pengasih merasa kami sudah cukup siap, maka lahirlah Sekar.
Pada saat itu, motor pinjaman sudah berganti ke si mungil Mumun (panggilan Karimun silver, mobil pertama kami). Rumah pun sudah punya, dengan bantuan cicilan KPR.
Beruntung, uang muka rumah kami bisa dapatkan dari kebaikan boss yang bersedia menukar 'hadiah' tiket perjalanan Jakarta - Sydney dengan sejumlah uang yang paaaas banget dengan uang muka yang kami perlukan.
(Jadinya, sampai hari ini, kami belum pernah ke Sydney)

Tapi kalau dipikir pikir, semua ini sudah diaturkan yang terbaik oleh yang di atas untuk keluarga kami.
Oleh karena itu, saya tidak pernah terlalu pusing kalau anak pertama saya lahir 7 tahun setelah saya menikah.
Semua akan indah pada saatnya.....

Enam belas tahun yang lalu,
Sebagai mahasiswa Yogya yang sedang menunggu wisuda, lalu beruntung mendapat panggilan kerja di Jakarta, saya rasanya sudah hebat.
#Ampun dech#

Dikala teman teman seangkatan masih banyak yang sibuk mengirim surat lamaran kerja, saya sudah mendapatkannya.

Gaji pertama Rp 300.000;/bln, kerja sebagai staf multimedia salah satu kantor IT di area mangga dua.
Dua teman SMA saya yang baik hati, kasihan pada saya, lalu memperbolehkan saya ikut numpang pada kontrakan mereka di Kemayoran, tanpa harus ikutan bayar sepeserpun.
Saya kere banget waktu itu.

Bila saya menoleh ke belakang, berawal dengan gaji Rp 300.000; dan kini kami bisa mendapatkan berkat dengan kehidupan kami yang sekarang.... Sungguh luar biasa pemberian Yang Di Atas.

Bicara tentang yang kaya di atas kami.... Wah.... Ya banyak banget.
Teman-teman di kantor saya, pendapatannya rata rata 30 jt -300 jt/bln.
Bahkan ada yang 500 jt/bln.
Duit semua itu! :)
(Jangan khawatir, semua pada taat bayar pajak koq)

Dibandingkan dengan mereka, keluarga kami tidak ada apa apanya.

Tapi, di atas segalanya,
sungguh patut kami bersyukur.
Karena yang kami lihat......
bukan kami dan orang orang yang super sukses itu, tapi kami sekarang vs kami yang dulu.
Kami, yang pertama kali datang, tiba di Jakarta sebagai perantauan, 16 tahun yang lalu.

Harta bisa kita dapatkan, sepanjang kita MAU, NIAT, bersedia, sungguh-sungguh BEKERJA KERAS.

Namun soal jodoh dan anak... ehem... Selain perlu usaha dari kita, keputusannya ada pada Yang Di Atas.

Tulisan ini dibuat untuk teman teman yang sudah bosan ditanyain:
Kapan elo nikah?
Kapan nich punya anak?
Kapan si kecil dapat adik lagi?
Bla...bla...bla...

Just enjoy your life!
There are so many beautiful and great things for us.
Everything has the time.
STOP jadi orang lain!
Jadilah diri sendiri, Kawan....
Berani...??!

**************

Tidak ada komentar:

Posting Komentar